Scroll ke bawah untuk melihat konten
Bahasa & SastraLingkup Materi

Asal Mula Pulau Sangkar Ayam-Inderagiri Hilir

×

Asal Mula Pulau Sangkar Ayam-Inderagiri Hilir

Sebarkan artikel ini

Bujang Kelana menarik nafas sejenak, ketika ia hendak beranjak pergi, tiba-tiba di balik semak-semak muncul seorang lelaki buta setengah tua, ia memegang sebuah tongkat, mulanya Bujang Kelana merasa khawatir dengan kedatangan laki-laki itu, namun ketika lelaki itu menyapa Bujang Kelana, iapun jadi tenang.

“Saya tadi telah mendengar pembicaraan anak muda dengan gadis cantik itu, ia adalah adik Pendekar  Katung yang terkenal itu”.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

“Tapi kenapa ia pergi begiru saja ketika saya tanya siapa Pendekar Katung itu,”  tanya Bujang Kelana.

“Pendekar Katung adalah pendekar yang gagah berani, mempunyai ilmu kesaktian yang tinggi, namun sayang, ia tidak menggunakan ilmu kesaktiannya untuk kebajikan, ia kini menjadi pendekar hitam, yang ilmu kesaktiannya hanya digunakan untuk menyiksa orang lain untuk mendapatkan harta kekayaan yang tidak halal, selain itu Pendekar Katung sangat hobi menyambung ayam, taruahnya apa saja, termasuk nyawa sekalipun,” jelas laki-laki tua itu penuh dendam.

“Tapi tuan siapa sebenarnya, dan mengapa datang ke negeri ini,” laki-laki buta itu sambil mendekat ke arah Bujang Kelana.

“Hamba datang ingin berguru ke ngeri ini, lama hamba mendengar kabar kalau di negeri ini ada seorang guru yang alim dan taat serta mempunyai ilmu yang sangat tinggi,”

“Oh!” guman laki-laki tua itu menganguk-angguk. “sayang, Tuan hamba datang ketika dia sudah pergi, entah kemana sampai sekarang tak pernah kembali. Dia pergi karena tak ada lagi yang mau berguru kepadanya, orang-orang benci kepadanya karena dipengaruhi Pendekar Katung dari dusun Serimba itu.

Baca Juga:  Asal Mula Negeri Tanah Sepuruk-Siak Sri Inderapura

Dengan kekuatan batinnya, buru-buru si tuk buta itu minta diri, dikejauhan dia merasakan ada seseorang yang sedang menuju ke sana. Bujang Kelana pun terheran-heran lagi, kenapa Tuk Buta itu tergesa-gesa saja pergi.

Memang tak lama kemudian, Suri nampak datang dari kejauhan tergesa-gesa.

“Ada apa Suri,” tanya Bujang Kelana pensaran, “bukankah Suri besok pagi baru ke sini,” lanjut Bujang Kelana lagi.

“Pendekar Katung hendak menikah denganku,” jawab Suri sambil menengok kebelakang, takut kalau-kalau Pendekar Katung menyusulnya dari belakang.

“Sebetulnya hubungan kamu dengan dia bagaimana,” tanya Bujang Kelana lagi.

“Tak usah bertanya dulu, mari kita pergi dari sini,” ujar Suri sambil mengajak Bujang Kelana pergi dari tempat itu.

Sambil berjalan menjauh dari kampungnya, Suri bercerita bahwa pendekar Katung bukanlah saudara kandungnya. Ibunya sudah meninggal semasa dia masih bayi. Dia hidup bersama ayahnya yang sudah sangat terpengaruh dengan gelar sabung ayam digelanggang pendekar Katung. Hartanya punah. Tinggal tak seberapa lagi, hanya sebuah rumah yang tertinggal. Akhirnya, sang ayah nekat mempertaruhkan nyawanya, jika ayamnya masih belum bisa mengalahkan ayam Pendekar Katung ia rela di bunuh. Alhasil ayam sabungan ayahnyapun kalah dan mati di tengah gelangang, lalu ayahnya disiksa, di bunuh lalu di buang ke dalam hutan. Rupanya, pendekar Katung masih punya hati, Suri dipeliharanya hingga menjadi dara seperti sekarang.

Baca Juga:  Seni Pertunjukan Koba

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *