Scroll ke bawah untuk melihat konten
Bahasa & SastraLingkup Materi

Putri Hijau-Rokan Hilir

×

Putri Hijau-Rokan Hilir

Sebarkan artikel ini

Pada zaman kerajaan Rokan dipimpin Yang Dipertuan Sungai Daun Pekaitan, tersebutlah suatu kisah seorang putri yang sangat cantik jelita. Ia bernama Putri Hijau. Banyak raja yang menginginkan Putri Hijau agar menjadi permaisurinya, termasuk raja dari Portugis dan juga raja dari kerajaan-kerajaan tetangga. Putri Hijau berasal dari Gunung Ledang di daratan Melaka. Putri Hijau selain terkenal dengan kecantikannya juga sangat sakti. Ia bisa berkelana dari satu kerajaan ke kerajaan lain. Beberapa kerajaan yang dilaluinya adalah Melaka, Bintan, dan bahkan Negeri Tiongkok pun sudah dilewatinya. Putri Hijau diramalkan akan berjodoh dengan seorang lelaki yang juga termasyhur di seluruh dunia. Lelaki itu mempunyai ciri khas yaitu ada parutan sejenis bekas luka di keningnya. Ia pun berkelana mencari jodoh. Putri Hijau sudah merantau sekian jauh, sampai di Negeri Cina dan Keling, namun yang dicarinya tidak juga bertemu.

Pernah pula suatu malam Datuk Penjarang melihat cahaya hijau di rumahnya ketika ia baru pulang dari istana. Ia tahu bahwa yang bercahaya hijau ialah jelmaan Putri Hijau yang banyak diceritakan orang yang tinggal di Gunung Ledang. 

Pada suatu hari Putri Hijau datang ke Pekaitan. Ia menyamar menjadi seorang nenek tua di Pekaitan. Ia kemudian menumpang di rumah salah seorang petinggi kerajaan, Datuk Penjarang namanya. Ia merupakan kepala hulubalang di Kerajaan Rokan.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Ketika menginap di rumah Datuk Penjarang, ia melihat bahwa di kepala Datuk Penjarang memiliki parutan.

“Yang dicari sudah bertemu,” gumam Puteri Hijau. Namun demikian, tentang rupanya ada yang kurang sedikit. “Tak mengapa,” pikirnya lagi.

Datuk Penjarang adalah seorang termasyhur. Ia sebagai kepala perang, yakni hulubalang kerajaan yang gagah berani. Mungkin oleh karena Datuk Penjarang ini seorang Hulubalang, budi pekertinya agak kasar. Inilah sebabnya Putri Hijau agak enggan mengatakan isi hatinya atau menunjukkan rupa aslinya kepada Datuk Penjarang. Tentang perlindungan terhadap dirinya sudah tidak diragukan lagi, karena Datuk Penjarang seorang Panglima yang gagah berani dan disegani semua pihak, baik kawan maupun lawan.

Putri Hijau ini selalu diintai anak raja-raja dan orang besar kerajaan untuk diambil sebagai istri. Justru itulah ia selalu menyamar sebagai orang tua. Sewaktu ia berada di Deli Tua ia dirampas Sultan Iskandar Muda.

Lama tinggal di rumah Datuk Penjarang, datuk pun melihat tanda-tanda kalau yang menumpang di rumahnya itu bukanlah sembarang orang. Pernah pula suatu malam Datuk Penjarang melihat cahaya hijau di rumahnya ketika ia baru pulang dari istana. Ia tahu bahwa yang bercahaya hijau ialah jelmaan Putri Hijau yang banyak diceritakan orang yang tinggal di Gunung Ledang. Oleh karena Putri Hijau pun belum  memberitahu maksud kedatangannya, maka ia menunggu kesempatan dan saat yang baik untuk melakukan tindakan. Bila saatnya tiba, Putri Hijau akan dilarikannya ke Siarangarang. Lagi pula, kalau Yang Dipertuan Besar mengetahui hal itu, sudah pasti Putri Hijau dirampas dari tangan Datuk Penjarang. Hal itu mendatangkan bencana dan akan mendatangkan pertarungan antara Yang Dipertuan dengannya. Maka ia pun merahasiakan, Putri Hijau sendiri pun tidak diberitahu.

Baca Juga:  Petuah Pak Garam, Sakai - Bengkalis

Arkian begitu lamanya, hari berganti hari, masa berubah musim beralih, tahun berganti tahun, maka Datuk Penjarang melaksanakan keinginannya. Pada suatu malam ia bersiap-siap sambil menyiapkan peralatan sampannya yang bernama Landak Menari. Dihiasinya sampan itu secukupnya, dengan berbagai perbekalan, serta alat kebesaran sebagai tempat seorang Putri dengan kurungan berkelambu kuning. Setelah selesai, ia masuk ke dalam dengan tidak memberitahu Yang Dipertuan Besar. Putri Hijau dipaksanya masuk sampan Landak Menari dan dikurungnya. 

Lanjut ke halaman berikutnya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *