Scroll ke bawah untuk melihat konten
Bahasa & Sastra

Petuah Pak Garam, Sakai – Bengkalis

×

Petuah Pak Garam, Sakai – Bengkalis

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. Petuah Pak Garam Cerita Rakyat dari Sakai, Bengkalis. Foto: pxhere.com

DI SUATU kampung yang damai, hiduplah sepasang suami istri yang miskin. Gubuk tempat tinggal mereka di pingir hutan itu berdinding kulit kayu beratap rumbia, sebagian atap tersebut bahkan sudah rabik. Jika hujan datang suami istri tersebut sibuk menambal atap tersebut dengan daun-daun kayu yang agak besar agar hujan tidak sampai masuk ke dalam rumah.

Pak Garam, begitu panggilan orang-orang kampung takala berpapasan dengan sang suami. Badan kurus tinggi jangkung dan kulit hitam legam itu sudah terbiasa setiap hari berjalan sambil menjinjing tas yang berisi garam yang dijajakan setiap hari ke rumah-rumah penduduk kampung atau ke pasar untuk kelangsungan hidup sehari-hari. Itupun terkadang tidak mencukupi.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Konon nama sebenarnya bukanlah pak Garam. Namun karena setiap hari ia menjual garam, maka nama itu lengket menjadi gelar sekaligus panggilan akrab bagi setiap penduduk kampung.

Suatu hari di kampung tetangga, ada khabar duka dri salah satu keluarga yang meninggal. Tapi anehnya, tidak ada satu orang pun penduduk kampung tetangga itu yang bisa memandikan dan menyembahyangkan mayat tersebut. Sehingga beberapa orang dari keluarga yang meninggal diutus untuk pergi ke kampung tempat Pak Garam tinggal untuk meminta pertolongan.

Singkat cerita, akhirnya beberapa orang yang diutus dari keluarga yang meninggal itu bertemu dengan pak Garam. Kemudian diceritakanlah tentang gerangan maksud dan tujuan ia datang kepada Pak Garam dengan harapan agar Pak Garam mau memandikan dan menyembahyangkan si mayat.

Baca Juga:  Mencabut Misai Harimau - Cerita Yong Dollah

Mendengar ucapan orang tersebut, Pak Garam bingung sebab ia juga tak bisa melakukannya. “saya tak punya pendidikan untuk menyelamatkan orang mati” jawab Pak Garam singkat.

“Kami tak perduli pak Garam pandai atau tidak, tapi yang penting tolong keluarga kami yang mati ini dimandikan dan disembahyangkan” tutur salah seorang dari utusan tersebut.

Setelah berpikir panjang dan kemudian merasa tidak ragu-ragu lagi, Pak Garam akhirnya setuju. “Baiklah kalau begitu” jawabnya singkat.

Pak Garam pun berkemas dan berangkat ke kampung tetangga bersama beberapa orang utusan tadi. Setelah berjalan kaki menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Pak Garam sampailah ke rumah orang yang meninggal tersebut. Kemudian Pak Garam langsung memandikan si mayat. Namun saat memandikan mayat tersebut Pak Garam terkejut karena melihat ada batu di ketiak mayat saat ia menggosok-gosok dan mengangkat tangan si mayat. Tanpa pikir panjang Pak Garam menyimpan batu itu tanpa memberitahukannya kepada keluarga yang meninggal.

Akhirnya selesai sudah acara pemandian mayat yang dilakukan Pak Garam. Setelah itu Pak Garam pamitan pulang ke kampungnya sambi membawa batu tersebut. Konon batu itu bernama buntat manusia atau disebut juga ‘barang keramat’ dan kegunaannya sangat luar biasa. Barang siapa saja yang mendapatkan batu itu, untuk masa yang akan datang batu tersebut nantinya akan menjadi barang yang antik dan tak ternilai harganya.

Baca Juga:  Legenda Ketobong Keramat

Dalam perjalanan pulang ke kampungnya, Pak Garam menimang-nimang dan memperhatikan baik-baik batu tersebut sambil berpikir, apakah gerangan manfaat batu ini dan kenapa pula berada di ketiak orang yang sudah mati. Namun pertanyaan itu tak segera terjawab. Akhirnya sampailah Pak Garam ke rumahnya. Di depan pintu istrinya sudah berdiri  menyongsong kedatangan Pak Garam. Namun istri Pak Garam agak heran sedikit melihat raut wajah Pak Garam tidak seperti biasanya tatkala pulang dari berpergian. Tapi istri Pak Garam tak segera bertanya. Dibiarkannya Pak Garam melepaskan penat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *