Scroll ke bawah untuk melihat konten
Tokoh

Marhalim Zaini

×

Marhalim Zaini

Sebarkan artikel ini
Marhalim Zaini. (foto: youtube Marhalim Zaini)

MARHALIM ZAINI adalah seorang sastrwan dari Riau, Indonesia. Ia lahir di Telukpambang Bengkalis Riau pada 15 Januari 1976. Ia telah menerbitkan belasan karya diantaranya Segantang Bintang Sepasang Bulan (Puisi, 2003), Di Bawah Payung Tragedi (Drama, 2003), Langgam Negeri Puisi (Puisi, 2004), Tubuh Teater (Esai, 2004), Getah Bunga Rimba (Novel, 2006), Hikayat Kampung Mati (Novel, 2007, pernah dimuat bersambung di Riau Pos), Amuk Tun Teja (Cerpen, 2007), Megalomania (Novel, 2008), Pangeran Terubuk (Drama, 2008), Tun Amoy (Novel, 2009, pernah dimuat bersambung di Harian Republika), Saya Bisa Menjadi Penulis (kumpulan kolom “Bengkel Sastra” di Riau Pos, 2011), dan Sastra Riau dalam Risau Sejarah (Esai, 2013), Cerita-cerita Jenaka Yong Dollah, Orientasi Kelisanan dalam Proses Penciptaan dan Resistensi Budaya Orang Melayu (kajian ilmiah, 2015), dan Seni Teater (buku ajar, 2015), Jangan Kutuk Aku Jadi Melayu (Puisi, terbit pertama 2013, cetak ulang 2016), Gazal Hamzah (Puisi, 2016).

Karya-karyanya dimuat di dalam lebih dari 50 antologi bersama, seperti Hijau Kelon & Puisi 2002 (Kompas, 2002), Pertemuan dalam Pipa (DKJ, 2004), Satu Abad Cerpen Riau (Yayasan Sagang, 2004), Maha Duka Aceh (PDS. HB, Jassin, 2005), Living Together (TUK, 2005), Tongue In Your Ear (FKY, 2007), 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008, Antologia De Poeticas (Indonesia, Portugal, Malaysia, Gramedia Pustaka Utama, 2008), 60 Puisi Indonesia Terbaik 2009 (Gramedia Pustaka Utama, 2008), Puisi Terakhir dari Laut (Borobudur Writers & Cultural Festival, 2013), Sound of Asia (Korea-ASEAN Poets Literature Festival Anthology II 2011), dan lain-lain.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Tulisannya tersebar di banyak media seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Jurnal Nasional, Majalah Horison, Koran Tempo, Riau Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Prince Claus Fund Journal, Majalah Pusat, Suara Merdeka, Indopos, Bali Post, Pikiran Rakyat, Padang Ekspres, Jurnal Puisi, Singgalang, Haluan, Majalah Sagang, dll.

Meraih berbagai penghargaan, seperti Ganti Award (dua kali untuk dua novelnya, 2005-2006), Anugerah Seni Dewan Kesenian Riau 2005 sebagai Seniman Pemangku Negeri (SPN) bidang Sastra, Anugerah Seni Tradisional (Prestasi Seni) dari Gubernur Riau melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Riau (2007), Anugerah Pena Kencana (2008 dan 2009), Hadiah Tepak (2003), Anugerah Sagang sebagai Seniman/Budayawan Pilihan 2011. Tahun 2013, buku puisinya Jangan Kutuk Aku Jadi Melayu meraih dua penghargaan: Anugerah Hari Puisi Indonesia 2013 (buku pilihan) dan Penghargaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013 (bersama Linda Christanty dan Kurnia Effendi).

Diundang dalam berbagai pertemuan sastra nasional dan internasional seperti Cakrawala Sastra Indonesia (TIM, DKJ, 2004), International Literary Biennale (TUK, 2005), Kenduri Seni Melayu, Bintan Art Festival, Festival Kesenian Yogyakarta, Ubud Writers and Readers Festival 2005, Kongres Cerpen Indonesia, Temu Sastrawan Indonesia, Pertemuan Sastrawan Nusantara, Korea-Asean Poets Literature Festival, Borobudur Writers & Cultural Festival 2013, dan Temu Penyair 8 Negara 2016. Sejumlah puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Portugal, dan Korea. Korrie Layun Rampan menyertakan  puisinya dalam dua bukunya; 80 Sajak Puncak dalam Sejarah Sastra Indonesia (2014) dan Antologi Apresiasi Sastra Indonesia Modern (2013).

Baca Juga:  Hasan Junus 

Menamatkan perkuliahannya di Jurusan Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan Pascasarjana Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kini ia mengajar di Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR), dan dosen luar biasa di FKIP Universitas Islam Riau, sambil terus menggerakan Komunitas Paragraf (sebuah komunitas membaca dan menulis). Sejak 2013-2016, menjadi redaktur tamu halaman “Hari Puisi” di Riau Pos, dan menulis kolom mingguan di halaman yang sama dan di koran Indopos Jakarta. Menetap di Pekanbaru bersama istri Titin Kasmila Dewi, SH, dan tiga buah hati: Dara Asia Nashwa Aliela, Attar Muda Malaka, dan Ghaziya Naya Aliela.

Rujukan:
Elmustian Rahman, dkk. 2018. Ensikopedia Kebudayaan Bengkalis. Pekanbaru: Pemerintah Kabupaten Bengkalis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *