Scroll ke bawah untuk melihat konten
Tokoh

Hasan Junus 

×

Hasan Junus 

Sebarkan artikel ini
Hasan Junus tahun 2002. (foto: viswara.com)

HASAN JUNUS (12 Januari 1941 – 30 Maret 2012) adalah seorang sastrawan dari Riau, Indonesia. Lahir di Penyengat, Kepulauan Riau, 12 Januari 1984, dan meninggal Jumat, 30 Maret 2012 di Pekanbaru, Riau, Indonesia. Hasan Junus dijuluki Paus Sastra Indonesia yang menghasilkan banyak karya esei, artikel, naskah drama, cerita pendek, novel, karya terjemahan, dan penelitian. Ia merupakan keturunan langsung dari pujangga sekaligus Bapak Bahasa Indonesia, Raja Ali Haji.

Pendidikan dan Pekerjaan
Hasan Junun memulai pendidikan di Sekolah Rakyat, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada tahun 1950-1960. Ia menempuh pendidikan tersebut di kampung kelahirannya pulau Penyengat dan Tanjung Pinang.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Pada tahun 1960, ia melanjutkan pendidikan di Bandung, mengambil Jurusan Sejarah dan Antropologi pada Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, serta belajar pula pada Jurusan Bahasa Timur (Jepang) pada Institut for Foreign Langunges. Pendidikan di Peguruan Tinggi tak satupun diselesaikannya.

Pada 1975, ia menjadi guru Sekolah Lanjutan Atas di Tanjung Batukundur, Riau. Pada 1979 bersama Iskandar Leo dan Eddy Mauntu menerbitkan karay Jelaga. Atas permintaan Ibrahim Sattah pada tahun 1981, Hasan Junus pun pindah ke Pekanbaru dan meninggalkan pekerjaannya sebagai guru di Kundur. Di Pekanbaru pulalah Hasan Junus menikah dengan Tengku Arfah.

Sejak tahun 1993 sampai tahun 1989 menjadi tenaga pengajar luar biasa pada FKIP Universitas Islam Riau hingga 1986. Ia juga mengajar Sastra Bandingan dan Bahasan Naskah Melayu pada Fakultas Sastra Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, sampai 1998.

Bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hasan Junus menjadi penasihat majalah sastra menyimak yang diterbitkan oleh Yayasan Membaca dari Oktober 1992 sampai Oktober 1994. Bersama Elmustian Rahman dan Al azhar menerbitkan berkala sastra suara sejak Agustus 1998. Anggota redaksi, redaksi pelaksana, lalu pimpinan redaksi majalah kebudayaan sagang. Penasihat pada berkala sastra berdaulat.

Hasan Junus duduk di Komite Sastra Dewan Kesenian Riau periode pertama. Ia meraih Anugerah Sagang sebagai Seniman Budayawan Pilihan Sagang 1999. Peraih Anugerah Seni 2001 dari Dewan Kesenian Riau sebagai Seniman Pemangku Negeri, lalu memperoleh Seniman Perdana. Bukunya Raja All Haji Budayawan di Gerbang Abad XX juga meraih Anugerah Sagang tahun 1996.

Baca Juga:  Marhalim Zaini

Karya-karya.
Hasan Junus telah menghasilkan banyak karya berupa novel, cerpen, esai, naskah drama, karya terjemahan, dan hasil penelitian terutama berkaitan dengan sejarah. Karya-karya tersebut di antaranya Jelaga (1979); karya bersama Iskandar Leo dan Eddy Mawuntu; salah satu bagian dalam Anthology of Asean Literature-Oral Literature of Indonesia (1983); Raja Ali Haji-Budayawan di Gerbang Abad XX (1998; Peraih Anugerah Sagang 1996), Burung Tiung Sri Gading (Penerbit Pucuk Rebung), Pekanbaru 1992; novelette digubah dari naskah sandiwara karyanya sendiri; sebagai naskah sandiwara merupakan cerita yang tujuh kali dipentaskan di Riau, sekali di Jakarta, dan sekali di Padang); Peta Sastra Daerah Riau (1993 diterbitkan oleh Pemda Tingkat I Riau; bersama Ediruslan Pe Amanriza); Tiada Bermimpi Lagi (Unri Press, 1998); Sekuntum Mawar Untuk Emily dan Lima Belas Cerita Lainnya (terjemahan, Unri Press, 1998); Cakap-Cakap Rampai-Rampai dan Pada Masa ini SukarDicari (kumpulan esai, Unri Press, 1998); Kematian Yang Lain dan Cerita-cerita lain (Unri Press, Pekanbaru, 1999); Dari Saudagar Bodoh dan Fakir yang Pintar Menuju Sastra yang Mendunia (kumpulan esai, Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan Melayu, Unri, Pekanbaru, 1997).

Salah satu cerpennya disertakan dalam antologi pemenang dan unggulan sayembara Kincir Emas Paradoks Kilas Balik. Cerpen “Pengantin Boneka” diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Jeanette Lingard dan diterbitkan dalam Diverse Lives-Contemporary Stories from Indonesia (Oxford University Press, 1995). Mencari Junjungan Buih Karya Sastra di Riau (esai, 1999). Tiga Cerita Sandiwara Melayu Cindai Wangi Publishing House Batam.

Baca Juga:  Musa Ismail

Kumpulan esainya Anak Badai Belajar Dari Daun juga diterbitkan, serta Kuntum Mawar Itu Bercerita. Bukunya Raja Ali Haji Fisabilillah Hannibal dari Riau (Humas Pemda Kepulauan Riau, Tanjungpinang, 2000). Bersama Fakhri menerbitkan Cerita-cerita Pusaka Kuantan Singingi (Penerbit Unri Press & Pemkab Kuantan Singingi & Balai Pengkajian dan Pelatihan Dinas Kebudayaan dan Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau, 2001).

Lapasitas dari FKIP Universitas Riau Pekanbaru 1994 telah membuat kitab-katam-kaji tingkat pertama (skripsi) atas naskah sandiwara Burung Tiung Seri Gading dengan judul aspek alur dan Perawatan dalam Teks Drama Buriing Tiling Seri Gading Karya Hasan Junus.Juga ada seorang mahsiswa wanita dari FKIP UIR yang membuat skripsi berdasarkan karya ini. Kajian atas novellet Burung Tiung Seri Gading dilakukan oleh Renu Lubis dari Universitas Leiden Mei 1996. Karya Hasan Junus yang lain yaitu novellet “Pelangi Pagi” dalam kumpulan Pelangi Pagi (Penerbit Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru, 1999) dijadikan bahan penulisan skripsi oleh Helda Munirah dari FKIP Unri tahun 2002 dengan judul “Watak Tokoh Dalam Pelangi Pagi karya Hasan Junus”.

Karya-karya lainnya terdiri dari Furu’ al-Makmur (Artefak, PPBKM Unri, 1996). Karya-karya dalam bentuk cerbung Pelangi Pagi (1992), Pohon Pengantin, dan Cermin Nyinyin Almayer (dalam Riau Pos sebagai penceritaan kembali karya Joseph Conrad Almayer’s Folly,), Murai Malam (novellet yang bergaya liar terbit sebagai cerita-bersambung di Riau Pos). Penulisan Bab II, Bab III dan Bab IV Warisan Riau. Bersama Wan Galib dkk menerjemahkan Nederlanders In Siaken Djohor karya Ellisa Netscer. Salah-seorang penulis dari Dari Percikan Kisah Membentuk Provinsi Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru, 2001).

Menulis esei sastra dan budaya pada lembar seni & budaya “Sagang” (Riau Pos) dengan penulis tetap rubrik “Cakap-Cakap Rampai-Rampai”. Setelah lembar seni & budaya “Sagang” diganti oleh “Selesa” pada setiap hari Minggu ia menulis esei sastra dalam rubrik “Rampai” sampai sekarang yang umumnya berisi esei singkat yang memberikan semangat kepada penulis-penulis muda di Riau untuk meluas cakrawala pengetahuan sastranya.

Baca Juga:  Marhalim Zaini

Tahun 2002 bersama Drs. Elmustian Rahman MA mengalih aksara lima syair yang terdiri dari Kitab al-Nikah karya Raja Ali haji, Syair Sinar Gemala Mestika Alam Raja AH Haji, Syair Raksi dan Syarah Hari Bulan karya Engku Haji Ahmad, Syair Pelayaran Engku Puteri ke Lingga karya Engku Haji Ahmad, Syair Perjalanan Sultan Lingga dan Yang Dipertuan Muda Riau Pergi ke Singapura dan Peri Keindahan Isatan Sultan Yang Amat Elok karya Khalid Hitam; dua buku dalam bidang bahasa yaitu Bugyat al-Anifi Furufal-Ma ‘ani karya Raja Ali Kelana, dan Pembuka Lidah dengan Teladan Umpama yang Mudah karya Abu Muhammad Adnan.

Pada tahun 2002 terbit pula oleh Unri Press Karena Emas di Bunga Lautan dan Engku Puteri Raja Hamidah Pemegang Regalia Kerajaan Riau serta cetakan kedua Raja Ali Haji-Budayawan di Gerbang Abad XX, oleh Unri Press

Banyak mahasiswa yang mendedikasi karya ilmiahnya kepada Hasan Junus. Namanya disertakan dalam sekian thesis dan disertasi. Sejak duapuluhan tahun terakhir ini banyak sajak-sajak yang ditujukan kepadanya sudah merupakan kumpulan yang khusus. Will Derks menyatakan bahwa Hasan Junus membawa postodernisme dengan cerita-ceritanya banyak bertolak dari naskah kuno sehingga karya-karya itu harus dikaji dengan lebih mendalam. Sedangkan Henri Chambert Loir menilai di dalam karya-karya Hasan Junus ada keluasan sastra dunia yang bertitik-tolak dari kebudayaanya sendiri. Maman S. Mahayana menilai, Riau akan mampu mewujudkan visi Riau jika memiliki 10 orang Hasan Junus-Hasan Junus yang lain.

Hasan Junus salah seorang dan menjadi centre of memory dan centre of outhority bagi masa kini dan masa depan kebudayaan Melayu Riau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *