Scroll ke bawah untuk melihat konten
Bahasa & SastraUtama

Putri Tujuh-Dumai Versi 1

×

Putri Tujuh-Dumai Versi 1

Sebarkan artikel ini
Visualisasi Batobo. (foto: budayamelayuriau.org)

Lalu akhirnya terjadilah pertempuran yang tidak bisa dihindarkan antar Sayid Aziz Ibrahim dengan Jamil. Perundingan yang mulanya berjalan lancar dalam suasana damai tiba-tiba berubah menjadi prinsip yang dipegangnya. Jamil Maureksa pun akhirnya tidak bisa mengendalikan emosi. Dengan siasat licik tersebut Jamil lalu menangkap paksa Sayid Aziz Ibrahim dan kemudian dibunuhnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Sayid aziz Ibrahim mengangkat sumpah dan bermohon kepada Allah, bahwa kiranya Jamil tak akan pernah dapat mempersunting Syarifah Junjungan, walaupun hanya sekerat dari badan putrinya tersebut. Dengan kehendak Allah yang dimohonkan bahwa Jamil tak akan berhasil menginjakkan kakinya di istana Raja Pamalayu.

Lalu akhirnya terjadilah pertempuran yang tidak bisa dihindarkan antar Sayid Aziz dengan Jamil. Perundingan yang mulanya berjalan lancar dalam suasana damai tiba-tiba berubah menjadi prinsip yang dipegangnya. Jamil Maureksa pun akhirnya tidak bisa mengendalikan emosi. Dengan siasat licik tersebut Jamil lalu menangkap paksa Sayid Aziz Ibrahim. Dan kemudian dibunuh. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Sayid aziz ibrahim mengangkat sumpah dan bermohon kepada Allah, bahwa kiranya Jamil tak akan pernah dapat mempersunting Syarifah Junjungan, walaupun hanya sekerat dari badan putrinya tersebut. Dan dengan kehendal Allah yang dimohonkan bahwa Jamil tak akan berhasil menginjakkan kakinya di istana Raja Pamalayu.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Jamil yang mendengar sumpah Sayid Aziz itu marah, dan kemudian ikut pula bersumpah. Bahwa kalaulah apa yang diucapkan oleh Sayid Aziz Ibrahim tersebut diijabah oleh Allah, maka Jamil memohon kepada Allah agar setelah dirinya mati, kuburan Sayid Aziz Ibrahim dan siapa saja yang terbunuh dan mati lantaran peristiwa tersebut  hendaklah Allah sembunyikan dari pandangan orang banyak selama kurun waktu tujuh turunan. Biar bertanda batu nisan tak akan pernah orang hiraukan, biar beribu orang mencari tapi tak akan orang temui sebelum masa tujuh keturunan berlalu.

Baca Juga:  Legenda Gua Pelintung-Kota Dumai

Yang selamat pada saat perang itu hanya Panglima Hasan. Dalam keadaan luka parah panglima Hasan berusaha mengayuh sampannya melawan arus yang deras. Tapi kenyataannya hajat Panglima Hasan tak pernah sampai. Belum lagi jauh meninggalkan kuala Sungai Mesjid, Panglima Hasan menghembuskan nafasnya di dalam sampan di tengah laut. Tidaklah diterangkan berapa lama jenazah Panglima Hasan terapung-apung di laut, namun disebutkan bahwa akhirnya sampan dan jenazah tersebut ditemukan oleh nelayan yang sedang melaut yang akhirnya menguburkan jenazah Panglima Hasan di tepi pantai.

Di Bangsal Aceh, darah yang sudah tumpah bukannya membuat Jamil Meureksa mengalah, ia bersama pasukannya bergerak menuju Sri Bunga Tanjung. Sesungguhnya Allah maha berkuasa atas segala sesuatunya, dan mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya. Tidaklah dijelaskan asal muasalnya, namun tiba-tiba saja sebiji buah bakau jatuh dan tepat menghujam dada Jamil Maureksa yang sedang tidur-tiduran.

Buah bakau tersebut jatuh ke dasar sampan, sehingga sampan yang ditumpangi Jamil bocor dibuatnya. Jamil hanya sangat sempat terpekik kecil dan langsung tewas seketika. Keadaan ini membuat Siti Umaroh dan beberapa penumpang sampan lainnya terkejut. Barangkali karena terkejut itu dan hilangnya kesadaran karena terkejut, ditambah lagi keadaan Siti Umaroh yang tak bisa berenang, arus deras sungai telah menyaratkan timbul-tenggelam ke arah laut tanpa bisa menyelamatkan Jamil Maereksa.

Baca Juga:  Asal Mula Negeri Lipat Kain

Ketika Panglima Ibrahim menerima amanat dari Sayid Aziz Ibrahim, maka ada tiga hal yang terlintas di dalam hati kecilnya sebagai penjabaran dari amanat yang diterimanya. Pertama, Sayid Aziz Ibrahim menginginkan keluarganya tidak lagi tinggal di Tanjung Palas dan di istana Raja Pamalayu. Kedua, agar putri-putrinya yang sudah bertunangan dapat dengan aman melangsungkan pernikahan. Sebab sebahagian besar tunangan anak-anaknya adalah keluarga besar kerajaan Siak. Ketiga, andai putri wafat di dalam lubang, maka jenazahnya harus dikeluarkan dan dikebumikan di tempat lain untuk menghindarkan terjadinya hal-hal buruk di kemudian hari oleh orang-orang yang berniat jahat.

Walaupun hampir setiap hari Panglima Ibrahim, Dayang Nasimah dan Siti Nursyarif memasukkan makanan ke dalam lubang, tetapi mereka tidak mengetahui secara persis kondisi para penghuni lubang tersebut. Karena saat-saat melakukan tugas tersebut berjalan dalam tempo yang cuku[singkat di waktu matahari akan terbit.

Ketika melihat situasi sudah aman maka Panglima Ibrahim dan Dayang Nasimah sepakat untuk membuka tutup lubang dan mengeluarkan penghuninya. Untuk menghindarkan kesan keberadaan keluarga Raja Pamalayu di tempat tersebut, apalagi dikhawatirkan ada sisa musuh yang masih sakit hati dan ingin balas dendam, maka upaya mengeluarkan penghuni lubang tersebut akan dilaksanakn pada saat subuh setelah semua keperluan untuk meninggalkan Tanjung Palas dipersiapkan.

Setelah semua keperluan didapat dan dipersiapkan oleh Panglima Ibrahim, dan Dayang Nasimah yang dibantu oleh Siti Nustarif, maka pada hari yang ditetapkan setelah melaksanakan shalat subuh, satu persatu dari penghuni lubang dikeluarkan dan langsung dibawa ke perahu. Kecuali Syarifah Ruqayah, semua puteri Raja Pamalayu dalam keadaan lemah dan pucat karena sakit.

Baca Juga:  Asal Mula Pulau Sangkar Ayam-Inderagiri Hilir

Pada saat itu Panglima Ibrahim mau mengajak ketujuh putri ke Siak, namun Sayidah Ruqayah meminta untuk singgah dahulu ke istana menjemput Sayidah Hasanah. Dalam kondisi itu, kondisi tujuh putri semakin lemah. Ketika suasana hari terang tanah, ketika Tanjung Palas belum hilang dari pandangan, Syarifah Alhamdulillah meninggal dunia. Walau tidak menjelaskan urutannya dalam tempo yang singkat puteri-puteri Syarifah Ruqayah yang lain menyusul saudara mereka yang lebih dulu pulang ke pangkuan Illahi. Yang paling akhir berpulang adalah Syarifah Bismillah, ketika perahu sudah berada di pertengahan sungai.

Mengingat pejalanan masih jauh dan panjang, sementara waktu itu hari sudah menjelang ashar dengan pertimbangan bahwa kalaupun dapat membawa jenazah ketujuh puteri ke istana Raja Pamalyu, maka kegemparan akan terjadi. Maka di suatu tempat yang agak tinggi, jauh dari ladang dan rumah, ketujuh puteri dibaringkan. Tempat ketujuh puteri dikuburkan diyakini adalah tempat kilang minyak yang sekarang diberi nama Puteri Tujuh.   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *