Scroll ke bawah untuk melihat konten
KesenianUtama

Seni Pertunjukan Randai Kuantan

×

Seni Pertunjukan Randai Kuantan

Sebarkan artikel ini
Pertunjukan Randai Kuantan di Prince of Songkla University Pattani Thailand (foto: budayamelayuriau.org)

RANDAI KUANTAN adalah seni pertunjukan atau teater rakyat yang terdapat di Rantau Kuantan, Riau. Randai Kuantan biasanya ditampilkan untuk menghibur dalam suatu kenduri misalnya perkawinan, sunat rasul, upacara adat, hari besar keagamaan ataupun hari-hari besar kenegaraan.

Randai Kuantan disajikan dalam suatu pertunjukan yang memadukan cerita, nyanyian, dialog, dan musik dalam suatu lingkaran dan penonton mengelilingi arena tersebut. Lingkaran tersebut merupakan para pendukung (pemain) randai itu sendiri. Bagi mereka yang akan melakukan peran atau dialog, mereka harus ke tengah lingkaran untuk melakonkan secara langsung dari jalan cerita yang dibawakan. Biasanya pemain berimprovisasi  agar cerita menjadi  menarik dan lucu. Improvisasi dilakukan karena dalam randai, jalan cerita yang diberikan hanyalah garis besarnya saja selebihnya improvisasi dari pemain.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Pertunjukan antara babak yang satu dengan yang lainnya  diselingi dengan menyanyikan beberapa buah lagu yang berhubungan dengan cerita. Saat menyanyikan lagu tersebut para pemain menari berkeliling. Penampilan randai biasanya dilakukan malam hari dan bisa selesai dalam satu malam.

Stuktur Pertunjukan
Randai mempunyai struktur persembahan yang terbagi dalam 4 bagian yakni:
1. perarakan masuk,
2. prolog,
3. lakon, dan
4. perarakan keluar.

Perarakan masuk yaitu pemain dan pemusik randai masuk kekawasan gelanggang pertunjukan dengan cara beriringan dalam satu barisan. Kemudian mereka membentuk suatu bulatan/lingkaran. Setelah itu, pemain musik keluar dari barisan dan mencari salah satu sudut. Bagian berikutnya adalah prolog. Prolog ini merupakan tarian dan nyanyian. Umumnya merupakan pengantar dari jalannya cerita (lakon).

Bagian ketiga adalah lakon yaitu pengisahan atau jalannya cerita dengan cara dialog (acting) sesuai dengan cerita yang dibawakan. Antara prolog dan lakon kadangkala diterapkan silih berganti, prolog (nyanyian dan tarian) kemudian cerita kemudian prolog lagi dan cerita lagi. Dan bagian yang terakhir adalah perarakan keluar. Perarakan keluar dilakukan setelah pertujukan, cerita selesai. Para pemusik masuk ke gelanggang bersama pemain keluar dengan cara berarak seperti perarakan masuk.

Baca Juga:  Seni Pertunjukan Madihin

Alat musik pendukung randai berupa piaul atau piul (biola), gendang, dan pluit. Pakaian pemain Randai disesuaikan dengan peran masing-masing pemain. Namun pemegang peranan perempuan dimainkan oleh lelaki (di Rantau Kuantan dinamakan Bujang Gadi).  Pada peranan perempuan ini lelaki tersebut dikenakan pakaian perempuan dengan warna dan gaya yang mencolok. Yang menjadi ciri khas pemegang peranan perempuan ini memakai kaca-mata hitam.

Salah satu jenis cerita yang ditampilkan dalam bentuk drama. Para pemain menghafal dialog yang terdapat dalam sebuah cerita, seperti cerita Sutan Panglimo Dalam. Pertunjukan dilaksanakan pada malam hari. Tempat pertunjukan biasanya di tanah lapang membentuk sebuah lingkaran. Antara babak demi babak para pemain menyanyikan beberapa buah lagu yang berhubungan dengan cerita. Saat menyanyikan lagu tersebut para pemain menari berkeliling.

Sastra lisan randai merupakan salah satu  sastra lisan jenis cerita yang ditampilkan dengan gaya penyajian dinyanyikan dengan dialog (teater). Dalam penyajian menggunakan bahasa Melayu dialek di mana asal randai tersebut seperti dialek Baturijal, Rantau Kuantan, dan Kampar. Jumlah pemain sebanyak 15-25 orang. Penampilan randai biasanya dilakukan malam hari dan bisa selesai dalam satu malam. Tempat penampilan di halaman dan bisa pula di pentas. Para pemain membentuk lingkaran, dan pergelaran dilakukan dalam lingkaran tersebut.

Alur Penyajian
Alur penyajian randai sebagai berikut dapat disarikan sebagai berikut:

  1. Pembukaan, para pemain berbaris berbanjar dua-dua memasuki arena, diiringi dengan musik yang memainkan lagu pembuka, “Bunga Setangkai”. Barisan ini dipandu oleh tukang peluit yang memberi komando kepada barisan dengan bunyi peluit. Barisan tersebut kemudian berjoget mengelilingi arena.
  2. Bila lagu telah selesai, tukang peluit kemudian meniup peluitnya dalam irama khusus sambil membuat gerakan dengan tangan sebagai isyarat “selesai” untuk tahap pembuka. Setelah itu, tukang peluit dan seluruh pemain jongkok (bertumpu pada salah satu tumit), mengelilingi arena.
  3. Pemandu acara kemudian membuka acara dan meminta induk randai untuk memperkenalkan diri. Disusul dengan permintaan tuan rumah untuk memberikan sambutan singkat.
  4. Pemandu acara kemudian mengantarkan pada lagu berikutnya, “Selamat Datang” dan seluruh pemain berbaris sambil berjoget mengelilingi arena.
  5. Begitu lagu berhenti, pemandu acara meminta ketua randai untuk menyampaikan petatah-petitih.
  6. Pemandu acara menyampaikan ringkasan cerita yang dimainkan, adegan pada babak berikutnya, dan lagu yang akan dimainkan.
  7. Setelah lagu selesai, tukang peluit membunyikan peluit dan membuat gerakan khas untuk menutup. Kemudian pemandu acara menyampaikan narasi dan lagu yang akan muncul berikutnya.
  8. Pemain randai yang berperan dalam adegan kemudian bergerak ke tengah arena dan berdialog. Setelah adegan selesai, ia kembali ke dalam barisan.
  9. Adegan ditutup dengan lagu dan joget, kemudian diikuti narasi oleh pemandu upacara, dilanjutkan dengan lagu dan adegan lagi. Begitu seterusnya sampai cerita selesai.
  10. Ketika waktu menunjukkan pukul 12 malam, pertunjukkan berhenti untuk istirahat. Pada jeda waktu ini biasanya diisi dengan lelang lagu dan joget dengan bujang gadih untuk para penonon.
  11. Bila di dalam cerita ada adegan perjalanan, maka untuk mengantarkan adegannya dimainkan lagu “Pelayaran” yang hanya dinyanyikan dengan iringan musik biola dan para pemain hanya berbaris mengelilingi lingkaran dengan langkah perlahan sesuai irama lagunya yang sendu, tanpa melakukan gerak joget.
  12. Penutup, bila cerita telah selesai dimainkan, pemain musik memainkan lagu penutup, “Gelang Si Paku Gelang”, dan para pemain berdiri dan berjoget sambil mengelilingi arena lalu berbaris ke luar arena.
Baca Juga:  Alat Musik Rebana

Pemandu acara kemudian membuka acara dan meminta induk randai memperkenalkan diri, disusul dengan permintaan kepada tuan rumah untuk memberikan sambutan singkat. Setelah itu, pemandu mengantarkan acara pada lagu berikutnya, “Selamat Datang”, seluruh pemain berbaris sambil berjoget mengelilingi arena. Begitu lagu berhenti, pemandu acara meminta ketua randai untuk menyampaikan petatah-petitih. Kemudian pemandu acara menyampaikan ringkasan cerita, adegan berikutnya, dan lagu yang akan dimainkan. Setelah lagu selesai, tukang peluit membunyikan peluit dan membuat gerakan penutup yang khas. Kemudian pemandu acara menyampaikan narasi dan lagu yang akan dimainkan berikutnya.

Pemain randai yang berperan dalam adegan kemudian bergerak ke tengah arena dan berdialog. Setelah adegan selesai, ia kembali ke dalam barisan. Adegan ditutup dengan lagu dan joget, diikuti narasi oleh pemandu acara, dilanjutkan dengan lagu dan adegan lagi. Begitu seterusnya sampai cerita selesai. Ketika waktu menunjukkan pukul 12 malam, pertunjukan berhenti untuk istirahat dan biasanya diisi lelang lagu dan joget dengan bujang gadih untuk para penonton.

Bila di dalam cerita ada adegan perjalanan, maka untuk mengantarkan adegan itu dimainkan lagu Palayaran (Pelayaran) yang hanya dinyanyikan dengan iringan biola. Para pemain berbaris mengelilingi lingkaran dengan langkah perlahan sesuai irama lagunya yang sendu, tanpa melakukan gerak joget. Bila cerita telah selesai dimainkan, pemusik memainkan lagu penutup, “Gelang Si Paku Gelang”, para pemain berdiri dan berjoget sambil mengelilingi arena lalu berbaris keluar arena.           

Baca Juga:  Syair Timang Anak

Kelompok-kelompok randai yang masih ada atau pernah ada di Riau seperti; Randai Sutan Panglimo Dalam dari Kampar, Randai Magek Manandin Cerenti, Randai Sekuntum Harapan Kenegerian Teratak Air Hitam, Randai ‘Bujang Selamat’ di Baturijal, Randai Sation di Indragiri Hulu.

Selain lagu-lagu utama seperti lagu Bungo Satangkai, “Selamat Datang,” Palayaran, dan “Gelang Si Paku Gelang,” terdapat banyak judul lagu lainnya misalnya Panjek-panjek Tabulusui (Panjat-panjat Melorot), Cigak Bugial (Monyet Bugil), Jambatan Barayun (Jembatan Berayun), Tanjuang Putui (Tanjung Putus), Jambu Mera (Jambu Merah), “Angin Malam”, Salah Sangko (Salah Sangka), “Rampai Kayu Aro”, Baliak ka Jando (Balik ke Janda), Tolak Jatua Corai dak Jadi (Talak Jatuh Cerai tak Jadi), Tabedo (Gawat), Tadayuak, Pata Rantiang (Patah Ranting). Pada umumnya, lagu-lagu yang dimainkan merupakan lagu joget yang berirama gembira, sama sekali tidak ada hubungannya dengan adegan yang dimainkan (kecuali untuk lagu Palayaran). Lagu-lagu ini dianggap sebagai penanda peralihan adegan semata. Biasanya semakin malam, iramanya semakin lincah.

Rujukan:
Ediruslan Pe Amanriza dan Junus Hasan. 1993. Seni Pertunjukan Tradisional Daerah Riau. Pekanbaru; Pemerintah Provinsi Riau
UU Hamidy. 2000. Masyarakat Adat Kuantan Singingi. Pekanbaru: UIR Press

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *