Scroll ke bawah untuk melihat konten
KesenianUtama

Jike Berdah

×

Jike Berdah

Sebarkan artikel ini
Dikir Berdah Rengat

Jike berdah berasal dari kata zikir dan berdah. Jike berasal dari bahasa Arab, zik’r yang berari puji-pujian, dan berdah merupakan gendang berdah yaitu sejenis gendang rebana atau gendang satu muka. Sehingga secara sederhana, jike berdah berarti puji-pujian yang diiringi musik gendang berdah.

Dikir atau zikir mempunyai beberapa maksud, yaitu doa atau puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berlagu atau tidak atau dengan cara berulang-ulang. Doa atau puji-pujian berlagu seperti dalam perayaan Maulid Nabi seringkali diiringi alat musik seperti kompang atau rebana; atau dengan lagu dan nyanyian berpantun secara beramai-ramai seperti dalam persembahan Dikir Barat. Dikir juga digunakan dalam konteks tradisi lisan yang mencakup mantera, jampi, serapah dan seru seperti yang diungkapkan oleh pawang dan dukun.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Jike berdah sering juga disebut dengan bajikea. Kesenian ini dilaksanakan sebagai hiburan dalam suatu dalam suatu helat atau kenduri yang ditampilkan oleh sebuah grup jike berdah. Bacaan bajikea mirip berzanji.

Ukuran gendang berdah yang digunakan berkisar garis tengah 60-80 centimeter untuk bagian depan (muka atas) sedangkan muka bawah berkisar 40-60 cm. Tingginya rata-rata 20 cm. Ukuran rebana tidak sama besar, sehingga nadanya pun berbeda-beda yang menjadi sebuah simponi, dan sedap didengar telinga.

Bajikea dilaksanakan untuk memeriahkan perayaan perkawinan, sunat rasul, hari besar Islam, dan lain sebagainya. Waktu pelaksanaan umumnya dimulai setelah selesai salat Isya hingga subuh, yang menyelesaikan beberapa pasal atau bab dalam kitab khusus jikea.

Bajikea dibagi beberapa sesi atau pasal. Setiap menyelesaikan satu pasal, diadakan istirahat atau jedah dengan minum-minuman teh atau kopi dengan penganan. Waktu jedah hanya sekitar 15 menit, seperti coffee break pada seminar atau pelatihan zaman modern sekarang. Sedangkan jedah besar dengan makan nasi.

Baca Juga:  Dundung, Nyanyian Pengantar Tidur Talang Mamak

Ketika jedah, rebana yang besar itu ditelungkupkan sekalian dijadikan tempat meletakkan talam dan nampan tempat makanan. Bagi anak-anak jarang yang mampu bertahan tidak tidur semalaman. Tetapi anak-anak tetap ramai di tempat orang bajikea, mengharapkan makanan kue pada waktu jedah, atau makan malam dengan lauk yang istimewa.

Bajikea tidak dengan suara pelan dan rendah, sebagaimana orang berdoa dan memohon kepada Tuhan, melainkan dengan suara keras tinggi, kadang-kadang sampai melengking. Suara jikea yang keras ditimpali oleh suara rebana yang juga keras, karena dipukul sekuat tenaga. Karena bajikea ini merupakan suatu grup, harus seirama. Anggota grup selalu berlatih untuk memperbaiki penampilan supaya pelanggan tidak kecewa.

Di dalam bajikea terdapat 4 jenis lagu, diantarannya: madun, pain, yaumun, dan taba. Penamaan jenis lagu berdasarkan awalan dari setiap kalimat  barzanji yang akan dinyanyikan. Untuk satu lagu bisa membutuhkan waktu 2-2,5 jam. Laju jenis madun dan pain membutuhkan waktu 2,5 jam, sedangkan lagu yaumun dan taba membutuhkan waktu 2 jam.  Setelah menyanyikan satu lagu disebut dengan satu pasal.

Suara orang bajikea ini terdengar sampai jauh. Ketika malam semakin sunyi, suara orang bajikea semakin jelas. Terdengarnya semakin merdu dan syahdu. Acara-acara ini biasanya di rumah pengantin perempuan.

Terdapat beberapa jenis jikea yang memenuhi beberapa fungsi, di antaranya Dikir Maulid yang diadakan dalam perayaan hari Maulid Nabi Muhammad Saw., Dikir Berarak yang disebut juga dengan gendang beregong yang dipersembahkan ketika mengarak pengantin atau tamu kehormatan. Marhaban dan Berzanji juga digolongkan sebagai bentuk persembahan jikea yang dilagukan.

Baca Juga:  Penamaan Bengkalis

Dalam jikea yang bercorak agama, terdapat puisi tertentu yang mengandung unsur pelajaran agama seperti rukun Islam dan rukun iman, serta kisah menarik tentang Rasulullah, keluarga, dan para sahabat. 

Seni kata dalam jikea rebana banyak memakai bahasa Arab yang memuji kebesaran Tuhan dan memuliakan Rasul. Mereka bajikea dengan panduan teks khusus yang mempunyai 14 keturunan dalam bentuk nazam, tetapi tidak memakai tanda yang sebenarnya. Ketika berdikir, pendikir duduk bersila membentuk lingkaran mengelilingi teks yang diletakkan di tengah-tengah di atas bantal. Mereka berdikir secara bergiliran mengikuti putaran ke kiri atau ke kanan. Pada peringkat pertama berdikir, gendang ghabano yang ditepuk diletakkan di atas lantai di hadapan sila, dan pada peringkat kedua, rebana diletakkan di atas riba. Rebana ditepuk dengan menggunakan empat jari. Terdapat tiga jenis tepukan yaitu tepukan cop, tepukan tung dan jentikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *