Scroll ke bawah untuk melihat konten
Bahasa & SastraUtama

Hikayat Awang Sulung Merah Muda

×

Hikayat Awang Sulung Merah Muda

Sebarkan artikel ini
Buku Hikayat Awang Sulung Merah Muda.

Di pihak Awang Merah Muda, melihat ada orang kaya yang datang ia pun meminta agar bisa dipekerjakan di kapal itu, dengan bayaran di muka. Maksud hatinya uang upah di muka itu akan dibayarkan untuk hutang dengan Batin Alam. Setelah melalui beberapa kali penolakan oleh anak buah kapal, Awang pun akhirnya berjumpa dengan Dayang Sri Jawa. Hati Dayang Sri Jawa segera luluh melihat Awang Merah Muda. Ada perasaan lain di hatinya, ia seperti dekat dengan pemuda yang dicarinya. Maka dipinjamkanlah Awang dengan uang sejumlah yang dipinjam pada Batin Alam dengan syarat Awang bersedia ikut dalam pelayarannya. Awang pun menyanggupi permintaan itu. 

Berlayarlah Awang bersama kapal Dayang Sri Jawa. Setibanya di tanah Jawa, Dayang Sri Jawa menyampaikan pada ayahnya bahwa Awanglah pemuda yang selama ini ada dalam mimpi dan dicari-carinya. Maka dengan persetujuan sang raja maka Awang Merah Muda menikah dengan Dayang Sri Jawa. Pada saat akan melangsungkan pernikahan kedua pengantin dimandikan dengan air limau. Maka tiba-tiba tampaklah kecantikan dan ketampanan Awang Merah Muda yang sesungguhnya. Dia menjadi sepasangan yang serasi dan sepadan dengan Dayang Sri Jawa yang cantik jelita.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Kehidupan yang berbahagia itu mereka jalani dengan suka cita. Sampai akhirnya Awang Merah Muda menyampaikan niatnya untuk kembali ke Begkalis, menyampaikan amanah orang tuanya yang belum terlaksana. Keinginan itu pun disampaikan kepada Dayang Sri Jawa yang tengah hamil tua. Dengan berat hati keinginan itu dipenuhi. Maka berangkatlah Awang Merah Muda menuju Bengkalis. Sementara di Bengkalis, Keluarga Mak Sikancing dan Batin Senderak sudah memasang niat untuk menikahkan Dayang Nermah dengan Awang Bungsu anak batin senderak. Maka berbagai persiapan dilakukan. Konon katanya Awang Bungsu bukan main senang hatinya sebab akan mempersunting seorang putri raja. Maka bukan main senang dan angkuhnya dia, masa itu dua hari menjelang pernikahan. 

Sementara waktu itu Dayang Nermah diasingkan atau dipingit di sebuah para-para khusus dan ditemani oleh teman-teman gadisnya. Ini merupakan rangkaian upacara pernikahan di Bengkalis zaman dahulu. Kecuali untuk berinai besar, maka Dayang Nermah tidak akan turun. Namun, selama di anjungan Dayang Nermah suka sekali berdiam diri di sana dan berkecil hati, hal ini membuat dayang dan teman-temannya bimbang. Hal ini pun diketahui oleh Mak Sikancing. 

Lalu ia menemui dan bertanya pada Dayang Nermah. Dayang Nermah menjawab “Bahwa Awang Merah Muda sudah sampai di kuala Sungai Air Balang.” Tetapi Mak Sikancing tidak percaya sebab ia tidak diberitahu Awang akan datang. Dayang Nermah menjawab lagi. “baru sebentar tadi saya mendengar suara bansi Abang. Siapa lagi yang meniup bansi dan menaruh buluh perindu seperti yang dipunyai Abang, dan lagu itu pula yang sering dikumandangkan sewaktu dia bersama-sama kita beberapa waktu lalu. Tidakah Mak ingat?. Kalau Mak enggan percaya, tunggulah dia akan meniupnya sekejap lagi, karena sudah dua kali lagu itu dibunyikan,” ujarnya. Benar saja tak lama setelah itu Mak Sikancing pun mendengar bunyi itu. Mereka berdua pun bertangis-tangisan. Akhirnya Mak Sikancing berujar; “Sudahlah. Biarlah abangmu saja yang membuat perhitungan dengan Awang Bungsu,” tegas Mak Sikancing.

Setelah itu prosesi pernikahan terus dilanjutkan. Dayang Nermah pun melaksanakan upacara berinai besar. Keduanya sangat rapat menyimpan rahasia sehingga tak tampak kalau hati keduanya sedang gundah tak menentu. Karena hati Mak Sikancing tidak jua tenang, maka esok paginya, ia segera mengambil perahu dan didayung ke kualu sungai air balang untuk menjenguk Awang. Di sana didapatinya Awang sedang duduk terpekur. Dari pembicaraan itu tahulah Mak Sikancing bahwa sejak tadi malam Awang Merah Muda sudah datang ke rumah mereka, tetapi karena takut merusak suasana maka ia melihat saja dari jauh. “Awang dari tadi malam sudah berada di sini hendak menghadiri. Tapi terasa berat rasanya takut disebut pengacau suasana” 

Mendengar itu Mak Sikancing segera menjawab. “Mak tak pernah menganggap ananda sebagai pengacau, tetapi sebaliknya. Lebih-lebih Dayang Nermah sangat merindukanmu. Biar apapun yang terjadi, mujur lalu melintang patah kehadiranmulah yang Mak utamakan,” jelas Mak Sikancing. Awang Merah Muda senang hatinya mendengar hal itu. Lalu ia berkata “Pulanglah Mak dulu, Awang akan menyusul di belakang”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *