Scroll ke bawah untuk melihat konten
Adat & AdabUtama

Adat

×

Adat

Sebarkan artikel ini
Menjunjung Bintang. Masyarakat Inuman menjunjung bintang saat tradisi maantar anak pancar. (foto: budayamelayuriau.org)

Adat adalah kebiasaan yang sudah menjadi identitas komunitas suatu suku dalam menuruti aturan dari hasil kesepakatan bersama suatu komunitas untuk mengatur aktivitas anggotanya dalam hubungan dengan pencipta, sesama manusia, dan lingkungan.

Adat dapat dibagi dalam 3 tingkatan yaitu adat yang sebenar adat, adat yang diadatkan, dan adat yang teradatkan.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Adat yang Sebenar Adat
Adat yang sebenar adat
adalah adat yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Adat yang sebenar adat merupakan adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum Allah SWT (Islam), tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia, dan tidak dapat diganggu gugat, sehingga dikatakan tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinjak. Adat yang sebenar adat bersumber dari hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya dalam wujud syarak. 

Di dalam ungkapan, adat yang sebenar adat disebutkan:
adat berwaris kepada Nabi
adat berkhalifah kepada Adam
adat berinduk ke ulama
adat bersurat dalam kertas
adat tersirat dalam sunah
adat dikungkung kitabullah
itulah adat yang tahan banding
itulah adat yang tahan asak
adat terconteng di lawang
adat tak lekang oleh panas
adat tak lapuk oleh hujan
adat dianjak layu diumbut mati
adat ditanam tumbuh dikubur hidup
kalau tinggi dipanjatnya
bila rendah dijalarnya
riaknya sampai ke tebing
umbutnya sampai ke pangkal
resamnya sampai ke laut luas

Adat yang Diadatkan
Adat yang diadatkan
adalah hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Adat yang diadatkan bisa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Adat ini bisa ditambah dan dikurangi agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya, dan mempunyai perbedaan antar wilayah budaya. 

Baca Juga:  Etika Kepemimpinan Melayu Riau

Di dalam ungkapan, adat yang diadatkan disebutkan:
adat yang diadatkan
adat yang turun dari raja
adat yang datang dari datuk
adat yang cucur dari penghulu
adat yang dibuat kemudian
putus mufakat adat berubah
bulat kata adat berganti
sepanjang hari ia lekang
beralih musim ia layu
bertuhan angin ia melayang
bersalin baju ia tercampak
adat yang dapat dibuat-buat

Adat yang diadatkan termaktub di dalam pepatah petitih, undang-undang adat, dan ketetapan lainnya yang disepakati secara bersama.

Adat yang Teradatkan
Adat yang teradatkan
adalah aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan sebagai pedoman untuk menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi. Konsensus dijadikan pegangan bersama, sehingga merupakan kebiasaan turun-temurun. Oleh karena itu, adat yang teradatkan dapat berubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang. 

Adat yang teradat misalnya aturan panggilan dalam keluarga, masyarakat dan kerajaan, seperti misalnya panggilan ayah, bapak, abah, ibu, emak, abang, kakak, puan, tuan, encik, tuan guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek moyang.  Contoh adat yang teradatkan misalnya panduan berbahasa yang mencakup 4 derajat, yaitu  bahasa mendaki, bahasa mendatar, bahasa melereng, dan bahasa menurun.

Di dalam ungkapan, adat yang teradatkan disebutkan:

Baca Juga:  Kesantunan dalam Bahasa Melayu

adat yang teradat
datang tidak bercerita
pergi tidak berkabar
adat disarung tidak berjahit
adat berkelindan tidak bersimpul
adat berjarum tidak berbenang

yang terbawa burung lalu
yang tumbuh tidak ditanam
yang kembang tidak berkuntum
yang bertunas tidak berpucuk
adat yang datang kemudian
yang diseret jalan panjang
yang betenggek di sampan lalu
yang berlabuh tidak bersauh
yang berakar berurat tunggang
itulah adat sementara
adat yang dapat dialih-alih
adat yang dapat ditukar salin

Rujukan:
1. Tenas Effendy. 1991. Adat Istiadat dan Upacara Adat Perkawinan di Bekas Kerajaan Pelalawan. Pekanbaru: Lembaga Adat Daerah Riau & Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Riau
2. Elmustian Rahman, Derichard H. Putra, Abdul Jalil. 2009. Riau Tanah Air Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Program Muhibah Seni Universitas Riau
3. Elmustian Rahman, dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau
4. Taufik Ikram Jamill, dkk. 2018. Buku Sumber Pegangan Guru Pendidikan Budaya Melayu Riau. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *