Scroll ke bawah untuk melihat konten
Uncategorized

Nandung

×

Nandung

Sebarkan artikel ini

NANDUNG adalah genre sastra lisan yang dituturkan dalam bentuk nyanyian pengantar tidur yang berkembang di Indragiri. Nandung dibawakan dengan irama yang khas, sendu, dan mendayu-dayu yang dimaksudkan sebagai bujuk rayu agar anak segera tertidur.

Lirik nandung pada dasarnya memakai syair dalam bentuk pantun, meskipun ketika dilakukan lebih mendekati pola irama syair. Susunan kalimat dalam nandung terdiri dari empat baris, dua baris pertama berupa sampiran sedang dua baris terakhir berupa isi dengan rima akhir a-b-a-b. Isi pada dua baris terakhir umumnya mempunyai muatan kalimah thayyibah berupa nasihat, pengajaran, atau rangkaian untaian kalimat “mutiara hikmah” dari petatah-petitih, ungkapan, petuah, peribahasa dan lain sebagainya yang biasanya disampaikan oleh kaum perempuan ketika menidurkan anak kecil dalam buaian, gendongan atau pangkuan.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Tradisi menidurkan anak sambil mendendangkan atau menandungkan kata-kata hikmah menjadi tradisi yang tersebar di seluruh wilayah Riau. Di wilayah lain, istilah nandung sepadan dengan nandong (Kuantan), dodoi atau dudui (Indragiri Hilir), baghandu (kampar), badondong (Pelalawan), dundung atau badundung (Talang Mamak), onduo (Rokan), dan berbagai varian penyebutan lainnya.

Nandung disajikan oleh tim Muhibah Universitas Riau dalam suatu persembahan di Pekanbaru

Perkembangan
Pada awal perkembangannya, nandung berupa nyanyian sederhana dari kalimat tahlil (La Ilaha Illallah…) dan kalimat yang merayu agar anak segera tidur. Khusus di wilayah Indragiri Hulu, nandung ini kemudian berkembang dengan masuknya unsur pantun yang berisi rayuan agar anak segera tidur. Dalam perkembangan selanjutnya, isi pantun berkembang dengan kalimat-kalimat yang mengandung pengajaran dan nasihat, diselingi dengan tahlil antara tiap bait dan dinyanyikan dengan irama yang menyerupai irama syair.

Sastra lisan nandung juga dapat dipertunjukkan dengan melantunkan bait-bait syair, yang berkembang di daerah Riau, seperti Irama Syair Selendang Delima (dikenal oleh masyarakat Melayu di seluruh wilayah Riau dan Asia Tenggara). Irama Syair Burung (dikenal oleh masyarakat di sekitar pesisir Riau: Bengkalis, Dumai dan Siak), Irama Syair Ibarat (berasal dari Indragiri Hilir). Irama Syair Surat Kapal dan Irama Nandung (berasal dari Indragiri Hulu).

Baca Juga:  Anyaman

Varian Nandung
Beberapa variasi nandung yang berkembang di Indragiri sebagai berikut:

1. Nandung Talang Mamak
Nandung Talang Mamak merupakan untaian kata-kata yang tidak terikat dengan rima akhir a-b-a-b sebagaimana layaknya pantun yang lazim kita kenal. Bait-bait ini disampaikan dengan menggunakan bahasa Talang Mamak. Sedangkan irama nandung yang dilanturkan agak lebih pendek daripada nandung yang dikenal secara umum. Sebagai contoh:

Antara bujang dan gadis
Main minyak main bunga
Berulangan berpandangan
Mencari budi dengan bahsa
 
Berpatutan budi dengan bahasa
Terbibit buah betangkup bunga betangkai
Singkap siang menyingsing fajar
Tanda dilimpahkan ke nenek mamak

Bila ditilik secara cermat, untaian kata-kata tersebut tidak mengikuti bentuk dan pola pantun sama sekali, selain tidak ada ketentuan khusus pada rima akhir, juga tidak terdapat pemisahan yang tegas antara sampiran dengan isi.

2. Nandung di Rengat
Contoh lirik nandung dalam bahasa Melayu dengan dialek daerah Rengat.

La Ilaha Illallah (3 kali)
Dudulah si dudu
Dudulah sidudu
Tidolah Mate nak sayang
Si buah hati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *