Scroll ke bawah untuk melihat konten
Uncategorized

Menyemah Terubuk (Berdikir Terubuk)

×

Menyemah Terubuk (Berdikir Terubuk)

Sebarkan artikel ini

Syarat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan upacara ini adalah: 1) Harus diadakan oleh Datuk Laksamana dan batin, atau keturunan mereka; 2) Harus ada orang sumbang yang biasanya dulu adalah Datuk Laksamana dan Jenjang Raja, atau keturunannya. Syarat tersebut merupakan syarat utama yang harus ada, agar upacara berlangsung dengan baik.

Pada malam hari sebelum acara menyemah, di Balai Terubuk diadakan acara menilik yakni pemasukan roh atau semangat pada bomo dengan menggunakan jampi-jampi atau syair yang dinyanyikan oleh Jenjang Raja. Syair itu berisi puji-pujian kepada ikan (raja) terubuk, salah satu syair adalah:

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Saya ikan mendiang, tanjung padang tampak terbayang,
Jika umur panjang, tuan putri puyu dibawa pulang.

Dalam upacara ini para dukun atau bomo menutup kepalanya dengan kain hitam lalu melihat ke air dengan menggunakan lilin (menilik). Setelah itu ia akan kemasukan roh. Setelah tersedia semua perlengkapan untuk penyemahan serta segala roh telah dipanggil semuanya, Datuk Laksamana atau wakilnya orang kaya Raja Negara, Jenjang Raja dan bomo atau yang lainnya mengatakan maksud tujuan roh-roh tersebut dipanggil datang. Ditanyakan kepada mereka kapan dapat diadakan pemotongan kerbau dan tempat penggantungan potongan-potongan kerbau.

Pagi harinya diadakan pemotongan kerbau di tempat yang telah disediakan di Kuala Bukit Batu. Berikutnya, seluruh anggota badannya dipotong untuk dibawa ke tempat persembahan yang telah ditentukan, sedangkan badannya dibawa ke Balai Terubuk untuk di masak sebagai hidangan makan bersama.

Potongan-potongan kerbau itu selanjutnya dibawa atau diangkut keatas rakit-rakit yang telah tersedia di Kuala Bukit Batu. Begitu juga dengan kue atau hidangan yang nantinya diletakkan di Tunggal Jati di Tanjung Jati. Rakit-rakit tersebut, termasuk rakit besar yang ditempat oleh Datuk Laksamana, Sultan Siak dan bomo, segera berangkat meninggalkan Kuala Bukit Batu dan pada waktu ini dimulai pemukulan ikan Kuala Bukit Batu dan pada waktu ini dimulai pemukulan rebana, pembacaan syair pujian dan saling melempar kue antar rakit. Bomo yang sudah kemasukan, pinggangnya diikat dengan tali.

Rakit yang banyak itu dengan didahului oleh rakit besar dari Kuala Bukit Batu pertama kali menuju Ke Mambang Kuning Bukit Batu untuk mengagantungkan kakdi depan kanan kerbau pada sebuah pohon. Potongan kerbau tersebut digantungkan dalam keadaan masih mentah. Setelah itu, terus ke Tanjung Gawar-gawar di Sungai Pakning dan disini digantungkan kepala kerbau. Penggantungan kepala kerbau di tempat ini, karena penunggunya dulu yakni Datuk Hakim menjadi pimpinan dari utusan dari Pagarruyung dulu. Dari Gawar-gawar terus ke Tanjung Kelemen Pulau Padang, disini tidak ada pengantungan potongan kerbau tapi hanya bersiul saja. Selanjutnya ke sungai Bengkalis dan disini digantungkan kaki depan kiri kerbau yakni dikualanya.

Dari tempat ini perjalanan diteruskan ke Tanjung Jati dan digantungkan kaki belakang kiri kerbau. Ditempat ini diadakan pesta atau makan bersama 40 hidangan yang diletakkan di Tunggul Jati yang besar dan luas, sehingga bisa diletakan 40 hidangan. Tunggul ini muncul hanya sekali setahun dari permukaan laut, khusus pada acara penyemahan ikan terubuk ini. Setiap muncul, Tunggul Jati ini banyak lumutnya dan untuk membersihkan digunakan sisir emas dan lumut yang jatuh ke laut akan menjadi santapan ikan terubuk. Jenjang Raja atau bomo-bomo turun ke laut menyisir tunggul dengan sisir emas. Prosesi ini masih dipertahankan sampai pada penyemahan tahun 1900, dan pada waktu penyemahan di laut pada tanggal 13 April 1962 sampai dengan 26 April 1962, tidak ditemukan bukti bahwa prosesi ini masih dilakukan.

Dari Tanjung Jati, perjalanan diteruskan ke Tanjung Merabung (dekat Dumai) dan disini diletakkan kaki belakang kanan kerbau. Dalam perjalanan tersebut, bomo tetap kemasukan roh.  Potongan kerbau yang digantung tersebut akan diambil oleh masyarakat setempat sehingga tidak menjadi mubazir.

Setelah dari Merabung, rombongan terus ke Serderek dan Pedekik untuk membersihkan rakit dan talam (pinggan) yang kotor. Tempat tersebut juga merupakan tempat ikan terubuk menghempaskan telurnya agar menjadi ikan pias (terubuk kecil). Ikan terubuk yang bertelur itu menjadi terubuk jantan. Dari Pedekik, rombongan kembali ke bukit Batu dan dengan demikian, kegiatan penyemahan dianggap telah selesai.

Pada malam harinya di Bukit Batu diadakan bermacam hiburan atau permainan. Walaupun penyemahan telah selesai diadakan, tapi sampai tiga hari setelah penyemahan ikan terubuk belum boleh diambil.

Rujukan:
Elmustian Rahman, dkk. 2012. Ensikopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Univsitas Riau
Refisrul. 1998. Upacara Penyemahan Terubuk Di daerah Bengkalis. Tanjungpinang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Taufik Ikram Jamil, dkk. 2018. Buku Sumber Pegangan Guru Budaya Melayu Riau. Pekanbaru: LAMR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *