Scroll ke bawah untuk melihat konten
Lingkup MateriTeknologi Tradisional

Teknologi Kelautan Orang Melayu

×

Teknologi Kelautan Orang Melayu

Sebarkan artikel ini

Selain dari bangsa Phoenicia dan Viking, bangsa Melayu Nusantara memiliki keahlian yang tinggi di bidang pelayaran.  Sejak dari zaman Mesir purba, bangsa Melayu diketahui berlayar mengelilingi dunia, mengembara dan berdagang.  

Bangsa Melayu terkenal dengan seni pelayaran yang disebut psycho-navigation, yang dianggap “indra keenam” yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.  Mereka bisa bersampan dari satu pulau ke pulau lain tanpa bantuan alat navigasi pelayaran.  Mereka membangun kapal, perahu dan sampan tanpa perencanaan seperti yang dilakukan oleh insinyur hari ini, sehingga dikenal istilah psycho-ship building.  Bangsa Melayu adalah pelaut, pengembara, pedagang dan ahli perkapalan yang dikenal oleh masyarakat dunia kuno. Pelabuhan Canton di Cina mulai ramai pada abad ke 6 M. Karena itu, pelaku utama perdagangan antara Cina di Utara, Sumatera dan Nusantara di bagian selatan pada umumnya dijalankan oleh pedagang dan pelaut Melayu Nusantara.  Kalaupun pedagang Cina berlayar ke laut selatan, mereka hanya menjadi penumpang di dalam kapal Possu yang dijalan oleh orang Melayu Nusantara. 

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Kapal-kapal Romawi dan Arab mendominasi perdagangan dari Mesir ke India, tetapi jalur perdagangan antara India dan Cina dilakukan oleh kapal-kapal Melayu dan India.  Orang-orang Cina agak gamang dengan kondisi laut di Selatan dan kurang menguasai kedahsyatan gelombang dan arah angin di sekitar Nusantara.  Kita masih ingat ketika armada Mongol hendak menyerang Jawa yang gagal.  Angin monsoon yang unik jika tidak diantisipasi bisa berbahaya dan beresiko tinggi.  Inilah yang ditakutkan oleh pelaut Cina.  Padahal orang Melayu, India, dan Arab telah belajar lama tentang angin musim ini, termasuk panduan pelayaran di laut lepas. Berkat angin monsoon ini pula, pelaut Melayu Nusantara mencapai pantai timur Afrika dan Madagaskar lebih dari 5.000 km ke arah barat pada abad ke 1 M.  Para pelaut ini membawa pisang, kelapa dan keladi ke Afrika. 

Baca Juga:  Teknologi Perkapalan Orang Melayu

Pelaut Melayu memanfaatkan monsoon dari Samudera Hindia untuk mensuplai pasar Mediteranea (Laut Tengah) dengan kayu manis, bahkan sebelum jalur sutera ada.  Bahasa Yunani kayu manis, cinnamon berasal dari kata dalam bahasa Melayu Polinesia, melalui Phoenicia dan Hebrew.  Meskipun kayu manis tidak tumbuh di Afrika, catatan di Mesir dan Hebrew menyatakan bahwa pada abad 1 SM, kayu manis datang dari Afrika. Hal itu adalah karena pelaut Melayu membawa kayu manis dari Nusantara dari teluk ke teluk dengan memanfaatkan angin monsoon memakai perahu bercadik sampai ke Ethiopia dimana pedagang dari Mediteranea kemudian membelinya.

Pelaut-pelaut Melayu sangat memahami tentang musim dan arah angin yang berubah-ubah sepanjang tahun di wilayah Nusantara.  Dengan mengetahui musim dan arah angin ini, maka pelaut Melayu di Nusantara tidak khawatir terhadap perubahan arah angin karena mereka justru bisa mengatur perjalanan pulang dan pergi dari satu tempat ke tempat lainnya mengikuti arah angin ini, bukan malah menantangnya.  

Ketika musim dingin, cuaca dingin di Asia Tengah menyebabkan kepadatan udara menjadi berat, sementara itu udara di laut lebih hangat dan ringan.  Karena itu udara berat dari Asia Tengah berhembus menuju laut.  Karena itu dari bulan Desember sampai Maret, angin kering dari Asia Tengah berhembus melalui daratan benua Asia menuju ke lautan di selatan.  Tetapi, ketika pada bulan-bulan tertentu, angin ini sangat sulit diramal karena berubah-ubah arahnya sehingga membuat takut pelaut Cina. 

Baca Juga:  Filosofi Rumah Melayu Riau

Pada musim gugur (September-November), perubahan angin secara umum lebih cepat, dalam bulan April, pertukaran angin dari musim semi dari dalam ke luar adalah lembab menyebabkan terjadinya angin yang berubah-ubah arah dari September ke November.  Para pelaut Melayu Nusantara ketika mengenal watak angin monsun ini malah memanfaatkannya.  Mereka berlayar dengan angin di belakang mereka ke tempat tujuan kepergiannya.  Kemudian menunggu sehingga angin bertukar arah untuk kembali ke kampung halaman mereka.

Perubahan-perubahan arah angin karena musim yang berbeda dan lokasi yang berbeda, membingungkan pelaut-pelaut dari luar selain bangsa Melayu/Nusantara.  Akan tetapi bagi bangsa Melayu, ilmu tentang arah angin yang tergantung musim ini dan sifat angin pada lokasi yang berbeda ini sudah mereka ketahui karena merupakan pengetahuan yang berlangsung turun temurun sehingga mereka menguasai perairan di Nusantara yang bagi pelaut asing sangat membahayakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *