Scroll ke bawah untuk melihat konten
SejarahUtama

Masyarakat Adat Talang Mamak

×

Masyarakat Adat Talang Mamak

Sebarkan artikel ini
Kakak adik Talang Mamak di Talang Lakat. (foto: budayamelayuriau.org)

Sistem Kepemimpinan Adat
Pada masa Kerajaan Inderagiri, Sultan Inderagiri merupakan simbol penguasa tertinggi, tetapi tidak berkuasa dalam hal mengatur dan memelihara hukum adat Talang Mamak.  Penabalan Sultan dilakukan oleh patih Talang Mamak, sebagai pemilik dan penguasah sah wilayah ‘tanah’ Kesultanan Inderagiri. Penghormatan kepada sultan dilakukan dengan mengunjungi Istana Inderagiri pada setiap tahun di hari raja Idul Adha.

Kepemiminan tertinggi adat dijalankan oleh patih yang dibantu oleh batin, mangku (pemangku), monti (menteri), dan tuha berampat. Patih (pateha: jalan lurus) merupakan jabatan tertinggi sekaligus berperan sebagai nabi adat yang bertugas menyusun adat, pengarang pusaka, dan menyelesaikan segala rintang sengketa. Patih diyakini diciptakan lebih dahulu dari Muhammad Rasullulah (Nabi Muhammad) yang melanjutkan rancangan patih bersama dengan Raja Brail (Jibril). Patih diturunkan (lahir) ke dunia untuk menyusun adat (pranata sosial), sedangkan Rasulullah melanjutkan rancangan patih yang menyempurnakan ajaran Nabi Ibrahim.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Patih yang pernah ada di Talang Mamak adalah Datuk Perpatih Nan Sebatang, Patih Bunga, Patih Cangkulin, Tagih, Muntah, Tatap, Said, Camuk Besar, Singkat Tangan Hitam, Tingga Nancutu, Kuning, Mangukang, Aman Tinggi, Mak Cupa, Mak Nyusun, Tanang, Kacik, Kaluli, Intan, Singkup Makdin, Muhammad, St,. Pangeran, Gagah, dan Patih Limar.

Patih di bantu oleh batin, mangku (pemangku), monti (menteri), dan tuha berampat. Batin merupakan kepala suku (kelompok-kelompok kecil) yang berarti tidak tampak atau gerak kepada Allah dan khalifah kepada Nabi. Tugas Batin memimpin suku dan menyudahi segala sengketa. Mangku berarti pemangku yang bertugas membantu batin. Di dalam adat, tugas mangku disebutkan di dalam pepatah, “memangku adat pusaka, kata dua patah (salah benar), salah pulang ke hukum, gagah pulang ke hulu (tunduk pada yang patut), mengikut jalan pasal di kaki, lembaga pasal di lidah”.

Tuha berampat, terdiri dari bapak, anak, ponakan (kemenakan), dan mamak (paman). Di dalam adat, tuha berampat digelari “lelap dijagakan, lupa diingatkan, gagah halur (benar) hukum dikasalahan, anak seperintah bapak, ponakan seperintah mamak”. Peran utama tertuang di dalam pepatah adat, “kan menyuruh, kan mengarah, kan memerintah kan meminta (kalau menghadapi hutang pusaka), menghadap datuk menyembah raja, membayar hutang pusaka (beras sepatah, bulu ayam sehelai, kunyit sebaku, serai sehempang, jantung sekelopak”.

Monti,  berarti menteri atau pembantu wakil batin. Tugas monti tercermin di dalam pepatah adat “ke hulu bertunjuk lurus, kehilir bertunjuk kuras. Kusut di hului, kusut di hilir di hiliri. Kusut ditengah dikampungi. Bumbun (perhitungan) dihampas (diselesaikan). Muhara dihampang (segala yang menyalah dilarang)”. Keamanan negeri dipercayakan kepada kumantan  yaitu dukun, kubaru, dan orang pandai. Orang Pandai merupakan kaki tangan penghulu dan batin, yang bertugas memantau kesehatan masyarakat. Sruktur kepemimpinan adat di atas bisa dilihat dari gambar di bawah ini:

Baca Juga:  Hingga Kini, RUU Masyarakat Adat Masih Belum Disetujui DPR
Struktur Lembaga Suku Talang Mamak

Adat Istiadat dan Kepercayaan
Talang Mamak menyebut adat-istiadat mereka sebagai langkah lama, yang menggambarkan bahwa mereka berpegang kepada adat bukan kepada agama Islam sebagai langkah baru. Langkah lama menjadi bagian dari sistem kepercayaan sekaligus adat, sedangkan langkah baru berada di luar dari sistem tersebut tetapi masih dalam satu rangkaian yang sama. Namun, langkah baru dianggap selaras dengan adat di langkah lama yang di susun Patih Nabi Adat.

Keselarasan antara langkah lama dengan langkah baru bisa dilihat dari penyebutan Tuhan dikenal dengan nama Allah yang telah menciptakan Nabi Adam dan isterinya Hawa, mengakui Nabi Muhammad sebagai penghulu Allah yang membawa ajaran langkah baru, ataupun di dalam pepatah petitih adat,

Bumi ibu, langit bapak, air saudara, kayu doka, ambu angin, sudara nyawa, rasi tanah balikku tanah, rasi air balik ka air, gandarusi, tabur salah tumbuh dilembah, nyawapun kembali kepada Allah.

Titah kepada Allah, kalifah kepada Nabi (Muhammad). Titah naik berundang, undang penghulu memegang pusaka. Patiha tinggal di sarak, Patih tinggal diadat.

Penyebutan langkah lama dan langkah baru tidak saja pemisah yang membedakan “langkah” yang lebih dahulu, tetapi juga sebagai sesuatu yang menyatakan bahwa kedua ‘langkah’ berada pada satu seketurunan.

Langkah lama dianggap memiliki peranan yang sama dengan langkah baru yang mampu memberikan kebahagian dunia akhirat. Hal ini menyebabkan mereka tidak perlu untuk ‘melangkah’ kepada langkah baru. Jika ‘melangkah’ ke langkah baru artinya mereka telah keluar adat, dan tidak diperbolehkan menduduki jabatan kepemimpinan adat.

Baca Juga:  Hingga Kini, RUU Masyarakat Adat Masih Belum Disetujui DPR

Mereka yang sudah ‘melangkah’  tersebut juga tidak disebut lagi sebagai orang Talang Mamak tetapi sebagai “Orang Melayu”. Namun bagi mereka yang tidak melangkah ke langkah baru, tetapi juga tidak bertahan di langkah lama, misalnya menganut ‘adat’ agama lain. Maka, hal itu dianggap tidak pernah ada, sebab mereka tidak mengakui ‘adat’ di luar langkah lama dan langkah baru.

Nilai-nilai adat yang disatukan di dalam sistem kepercayaan menyebabkan adat dan kepercayaan berada pada satu bingkai yang sama, yang dipimpin secara langsung oleh patih sebagai pemimpin tertinggi.

Agama Islam pada dasarnya telah masuk dalam kehidupan orang Talang Mamak, meskipun kepercayaan tradisional mereka juga masih kuat dipegang. Tuhan mereka adalah Allah yang menciptakan Adam dan Hawa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *