Scroll ke bawah untuk melihat konten
Perubatan Tradisional

Ritual Pengobatan Bedike

×

Ritual Pengobatan Bedike

Sebarkan artikel ini

Irama gendang semakin cepat untuk menggambarkan skenario gerak cepat kemantan untuk mengembalikan burung semangat ke dalam tubuh pasien. Kemantan menari membentuk angka delapan dan sedikit demi sedikit langkah tariannya mendekati sebuah lingkaran sampai ia berpusing di satu titik dengan bungkusan sambil mendekap burung itu di dadanya. Seorang dibalak berjaga-jaga di belakangnya, karena kadang-kadang kemantan mendadak jatuh ke belakang, dan tugasnya adalah membantu kemantan berdiri lagi. Kemantan kemudian kemudian menyembah tiga kali.

Pada saat ini kemantan sedang bergerak keluar dari alam roh. Seorang didayak akan melemparkan bertih ke wajahnya untuk  mengembalikannya pada keadaan sebelumnya dan mereka menuntunnya duduk di dekat pasien.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Setelah membasuh wajahnya dengan air bunga, kemantan mengambil lilin kembali dan mencari-cari roh jahat di sekeliling(dengan mata tertutup). Ia meletakkan lilin, mengambil bertih, menyucikan tangannya dalam api dan menebarkan bertih serta menyembah ke arah yang sama. Irama gendang berhenti. Untuk membantunya sadar kembali kemantan membasuh wajahnya dengan air bunga, meletakkan tangannya ke api lilin dan dengan tangannya yang bebas ia menarik rambut di atas keningnya untuk mengendalikan tingkat selapnya. Para pembantunya juga memberinya air bercampur dengan limau dan bertih (a’i asasa), untuk melemahkan selapnya. Pemulihan semanget pasien adalah saat yang paling rawan.Sedikit saja ada kesalahan gerak atau kekeliruan burung semangat akan lepas lagi.

Setelah kemantan sadar kembali, ia mempersiapkan dirinya untuk mengembalikan semangat pasien. Dengan duduk bersila di depan pasien, ia menyusupkan tangannya yang bebas ke dalam bungkusan dan menariknya keluar sesuatu seperti ada isi di dalam bungkusan itu. Ketika memindahkan tangannya, tangannya tetap menggenggam erat seakan-akan ia memegang sesuatu yang sangat kecil di dalamnya. Ia menyuarakan suara ocehan burung. Jemarinya mengusap keringat di dahinya dan ditujukan pada potongan semangat di dahi pasien, mengerakkan tangannya ke belakang dan ke depan seperti membidikkan sebuah panah pada sasaran. Ia merentangkan lengannya pada dahi pasien setelah ditunjuknya. Ia memasukkan semangat yang digenggamnya  ke tengah dahi. Ia celupkan tangannya di air bunga, menyucikan jari-jarinya dengan api lilin dan meletakkan ibu jarinya pada dahi pasien lagi, membiarkannya selama beberapa saat. Kemudian ia kembali menyucikan jari-jarinya dengan api dan mengusap dahi pasien.

Baca Juga:  Perahu Baganduang

Setelah mengembalikan dan mengikat semangat pasien, kemantan menyusupkan tangannya kembali ke dalam bungkusan kain merah dan menarik “potongan semangat” di dalamnya. Kali ini kemantan mengarahkan ke perut pasien. Ketika semangat dimasukkan ke tempatnya, ia mengusapkan ibu jarinya di titik ini. Kemudian ia mencelupkan jari-jarinya ke dalam air bunga, menyucikannya di api dan kembali mengusap dengan lembut perut bagian atas pasien. Kemudian, kemantan memegang tangan pasien dan melipat jari-jarinya. Ia menjajarkan jarinya dan mengusapkan bertih di ujungnya. Ia juga mengusap dahinya yang berkeringat dengan ujung jarinya. Sekali lagi ia menyusupkan tangannya ke dalam bungkusan, menarik “potongan semangat” yang lain dengan jari dan ibu jari, dan mengarahkan ke jari-jari pasien. Kemantan kemudian mencelupkan jari-jarinya ke dalam air bunga, menyucikan jari-jarinya di api dan memegang jari-jari pasien beberapa saat untuk mengamankan semangat yang telah dipulihkan. Pasien kemudian meletakkan kakinya bersama-sama dengan dengan suara cicitan burung shaman menarik potongan semangat lainnya dari bungkusan diarahkan pada ibu jari pasien, dan kemudian membawa jarinya untuk menyentuhnya. Ia mencelupkan jari-jarinya ke air bunga, mengambil bertih, meletakkannya di atas api, dan kemudian mengusap ibu jari pasien dengan bertih.

Sekarang setelah semangat pasien kembali lagi ke dalam tubuhnya, kemantan menjauh dari pasien. Ia mengangkat bungkusan kain ke telinga kanannya dan mengguncangnya, memeriksanya apakah masih ada yang tertinggal. Jika diyakininya tidak ada yang tertinggal lagi, kemantan akan bangkit dan memutar membalutkan kain di atas kepala pasien. Di putaran terakhir ia mengangkat dan menurunkan bungkusan tepat di atas ubun-ubun pasien. Setelah ia mengamankan dan menenangkan seluruh semangat di tubuh pasien, biasanya ibu dan atau ibu-ibu klasifikatori pasien yang melakukannya untuk menenangkan (burung) semangat yang baru kembali ke dalam tubuh dengan suara cicitan induk burung.

Baca Juga:  Dikei

Setelah memutar bungkusan di atas kepala pasien (muinak inak), kemantan membawa bungkusan ke bawah, mengikuti bentuk tubuh pasien: pertama di sisi kanan, kemudian kiri. Kemantan bangkit, mengambil model persembahan dan memutarnya di atas kepala pasien, kembali pembantu kemantan menirukan suara burung.

Pengobatan juga dilakukan dengan memakai model. Kemantan membawa model ke pintu dan meminta obat kepada roh. Ia menunggu sambil memegang model di depannya. Seorang dibalak berdiri di belakangnya. Setelah itu dengan membawa model yang telah mengandung obat, kemantan memutarkan model itu di atas kepala pasien lagi. Lalu seperti prosesi di atas, kemantan melanjutkannya dengan bungkusan kain.

Selanjutnya, kemantan melakukan proses pengobatan paga di’i, untuk memagari agar semangat tidak lepas lagi. Ia kemudian menari lagi. Jika dibalak mengatakan kepada kemantan sudah waktunya untuk “balik” (kembali), kemantan segera bersila di depan model bersembahan seperti ketika ia memulai dikei dan menutup kepalanya dengan kain. Ia mengangkat dua tangannya setinggi mata dan menyembah roh. Ia meminta lilin dengan gerakan tangannya dan didayak memberikannya. Ia melanjutkan menyanyikan lagu sambil menggerak-gerakkan lututnya ke atas dan ke bawah mengikuti irama gendang. Setelah menyanyi sementara waktu ia meletakkan lilin dan menyembah lagi. Kemudian ia mengangkat kain merah yang ada di atas kepalanya dengan memegang ujungnya dan merentangkannya di atas kepalanya. Ia menjatuhkan badan ke depan sampai wajahnya menyentuh lantai, menutup kepalanya dan tubuhnya dengan kain. Ketika ia membungkuk kata wa’salam terdengar, namun mantera yang mengikutinya lambat-laun terdengar seperti gumaman. Semenit kemudian, ia menegakkan punggungnya seperti terpaku. Ia menarik rambut di atas kepalanya, membasuh wajahnya dengan air bunga dan membungkus pisau kayunya, yang tidak digunakannya, dan boneka burung di kainnya. Ia bangkit, berjalan menuju pasien dan memutarkan bungkusan kain untuk kali terakhir di atas kepalanya. Ia kemudian berjalan ke penabuh gendang yang telah memukul gendang selama acara ini, dan memutarkan bungkusan ini di atas kepalanya, untuk mengamankan semangat di tubuhnya juga setelah kerja kerasnya. Akhirnya, kemantan duduk, namun biasanya masih terlihat seperti terpaku. Seorang didayak mungkin akan mengambil sedikit bertih dan menaburkannya padanya. Setelah itu, biasanya kemantan akan melompat dan meyakinkan setiap orang bahwa ia telah kembali (olah balik).

Baca Juga:  Menaiki Rumah

Rujukan:
1. Elmustian Rahman, dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau
2. Nathan Porath. 2003. When the Bird Flies: Shamanic therapy and the Maintenance of Worldly Boundaries among an Indigeneous People of Riau (Sumatra), Leiden University: Research School CNWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *