Scroll ke bawah untuk melihat konten
Perubatan Tradisional

Ritual Pengobatan Bedike

×

Ritual Pengobatan Bedike

Sebarkan artikel ini

Lagu selanjutnya adalah lagu untuk memanggil roh de’o agar turun mengobati pasien. Judul lagu roh ini mengambil nama roh yang dipanggil, seperti: Olak Kesumbo, Bu’uk Kocik Timbo Tasik, Budak Kocik, Anak Mu’ai, Puto’i Mambak Gilo, Balam Angin, Bo’uk Kocik, Pelanduk Puti’,  Gaja’ Puti’, Ajo Buayo Gilo, Kudo Sembilat Mayo, Nenek Mayo Sembilat, Anak Alun Si Kumpai Alun, dan Mamak Gilo. Namun, ada beberapa lagu roh yang hanya dipanggil untuk ritual kelongkap dan bukan untuk dikei pengobatan, seperti: Ajo Batak, Ajo Cino, Ajo Belando Gilo, Didayak Soi Ja’o dan Ajo Jopun. Lagu-lagu roh ini meskipun judulnya sama, tetapi liriknya dapat berbeda-beda antara satu kemantan dengan kemantan lainnya. Bahkan, seorang kemantan yang sama dapat menyanyikan lagu roh yang sama dengan lirik yang berbeda dalam dikei yang berbeda. Oleh karena itu, setiap lagu roh, meskipun judulnya sama dan dinyanyikan satu orang kemantan, dianggap sebagai bentuk ekstemporisasi yang berbeda. Bagaimanapun, perbedaan itu hanya pada lirik penggambaran roh yang dimaksud, meskipun intinya tetap sama. Di antara roh-roh tersebut sebagian diwujudkan dalam bentuk boneka dari anyaman daun kelapa.  

Sambil menyanyikan lagu roh, kemantan menghimbau roh untuk tidak mempermalukannya karena permintaan obatnya. Sesekali ia menebarkan bertih dengan sikap yang menunjukkan seseorang yang sedang menebarkan bunga pada orang yang dihormatinya. Kemantan pun bangkit mengambil lilin. Seorang didayak, berlutut di depannya, mengambil bertih dengan kedua tangannya, meletakkan tangannya di atas tempat pedupaan (puaso) untuk menyucikan tangannya, dan mengusap pinggang shaman, sisi-sisi kedua kakinya, sampai ke telapak kaki, diakhiri dengan menepuk bagian atas telapak kakinya. Kemantan menyombah lagi dengan lilin masih di tangannya. Ia sekarang siap bergerak cepat di depan hadirin dan lebih penting lagi, di alam roh.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Ia meletakkan wadah bertih dan tempat pedupaan, lalu berjalan menuju pasien yang kemudian duduk bersila. Dengan memegang lilin di satu tangan dan bertih serta tempat pedupaan di tangan lain, kemantan memutarkannya di atas kepala pasien beberapa kali. Ia mengakhiri putaran terakhir dengan mengangkat dan menurunkan tangannya tepat di atas ubun-ubun pasien. Ketika ia melakukan ini, ia mengucapkan mantera (mantera-mantera ini bervariasi antara satu kemantan dengan kemantan lain). Salah satu contoh manteranya:

Tuju timbak,
Bule ku timbak  
Tuju ganti, 
Bule ku ganti 

Tujuh timbang
Dapat kutimbang 
Tujuh ganti
Dapat kuganti

Kemantan memberikan tempat pedupaan kepada didayak. Ia mengambil sejumput bertih dari kantongnya, memegang bertih itu dalam genggapannya di atas kepala pasiennya dan ia melepaskannya di atas ubun-ubun pasiennya, memberi kesan bahwa ia sedang mengisi kepala pasien dengan bertih itu. Kemantan meregangkan jari-jarinya di atas kepala pasien, menekan bertih sambil terus menyanyikan lagu roh yang dipanggilnya.

Lagu ini diulang beberapa kali sambil mengelilingi model persembahan, mengangkat tangannya dalam gerakan menyombah dan mengambil lilin serta menghadap model persembahan. Ia kemudian melangkah ke belakang, ke depan, dan kemudian ke belakang dan ke depan lagi sebanyak tujuh kali sementara ia menggoyang pinggulnya seiring irama gendang. Ia membalikkan punggung membelakangi model persembahan dan mengulanginya sebanyak tiga kali. Kemudian juga mengulangi gerakannya empat kali dengan menghadap pintu dan akhirnya arah yang berlawanan. Gerak tariannya ini memetakan empat titik utama dengan titik kelimanya di pusat. Titik pusat utama ini secara simbolis berhubungan dengan posisi kemantan yang dipusatkan dalam kosmos.

Kemantan kemudian mulai menari mengelilingi titik pusat namun cepat mengubah lingkaran menjadi angka delapan dengan menggerakkan kaki ke samping ketika kakinya mencapai tengah lingkarannya. Setiap kali ia membalik, ia membungkuk ke depan dan mengarahkan cahaya lilin di tangannya ke arah sudut kurvanya beberapa saat sebelum ia benar-benar berbalik. Ia meluruskan punggungnya dan bergerak ke depan di arah sebaliknya. Ia menari dalam bentuk angka delapan ini selama beberapa menit dengan menyanyikan lagu roh yang tadi dinyanyikannya. dan kemudian berhenti. Ia mengangkat tangannya di depan wajahnya dan menyombah roh itu sekali lagi.

Baca Juga:  Maikek Namo

Kemantan berjalan menuju pasien. Seorang didayak memberikan mangkuk air bunga. Ia membasuh wajahnya dengan air itu dan memberi isyarat kepada penabuh gendang untuk menghentikan gendangnya. Dengan menghadap pasiennya, kemantan menekankan ibu jarinya pada dahi pasien. Ia mencelupkan ibu jarinya ke dalam air, meletakkan ibu jarinya di atas lilin untuk menyucikannya, dan kemudian sekali lagi meletakkan ibu jarinya di atas dahi pasien, merentangkan jari-jarinya ke atas ketika ia menekan titik semangat di tubuh pasien ini.

Selanjutnya, kemantan menyanyikan lagu roh baru dan melanjutkan menangani pasien sambil. Ia menyucikan tangannya dengan cahaya lilin dan menyentuh dada pasien sebentar. Kemudian ia memegang pergelangan tangan kanan pasien dan merasakan denyutannya, dan mengulanginya di pergelangan tangan kirinya untuk memeriksa semangan pasien. Ia mengambil bertih, mengusapnya ke pergelangan tangan pasien, dan kemudian mengusap keringat di keningnya di pergelangan tangan kanan pasien. Shaman S bangkit dan memberi isyarat kepada pasien untuk duduk di depan “altar” model persembahan. Seorang didayak menutupi kepala pasien dengan kain batik bersih, agar ia tidak melihat tahap-tahap prosedur pengobatan berikutnya. Dalam posisi duduk seperti ini, dengan kepala tertutup, pasien seperti kemantan dalam permbukaan dikei, dan, seperti pengobat ia secara simbolis ditempatkan di pusat kosmos.

Kemantan menarikan skenario berdasarkan lagu roh yang dinyanyikan. Bila ia menyanyikan lagu roh Anak Mua’ai (anak murai) misalnya, maka ia akan menirukan gerakan burung. Kadang-kadang kemantan memanfaatkan kain merahnya dalam tarian untuk menjadi sayap burung, dan memakai ujung kain untuk membungkus bertih. Bersamaan dengan gerakannya, kemantan mungkin memegang boneka burung murai jika ada di tangan kirinya, dan tangan kanannya memegang lilin yang menyala.

Baca Juga:  Menaiki Rumah

Pukulan gendang mengiringi tarian kemantan yang kemudian melanjutkan tariannya di belakang pasien dalam bentuk angka delapan dengan burung-burungan, lilin, dan bungkusan kain di tangannya. Ketika menyanyikan lagu roh ini, penabuh gendang bisa menimpalinya dengan melanjutkan syair yang dinyanyikan kemantan.

Dalam tahap ini bisa saja kemantan tiba-tiba menyanyikan lagi roh yang baru. Penabuh gendang pun dapat turut  menyanyikan lagu roh. Ketika menari kemantan sesekali menyombah kepada roh yang lagunya dinyanyikan dan menebar bertih ke arah model persembahan.

Kadang-kadang kemantan berada di tahap ini sangat lama dengan menyanyikan berbagai lagu roh dan memainkan skenarionya. Jika hal ini terjadi, biasanya didayak akan berteriak mengingatkannya agar segera menyelesaikan tugasnya. Tindakan kemantan tersebut diyakini sebagai kelalaiannya karena melupakan tugas dan malah bermain-main di alam roh.

Kemudian didayak akan memberikan boneka burung kepada kemantan, yang segera digunakannya untuk menggambarkan burung semangat pasien. Kemantan akan memegang boneka burung itu seakan-akan burung itu sangat berat. Kemantan sedang memainkan skenario menangkap burung semangat pasien. Biasanya ia melakukan gerak berpusing (bu’pusik), lalu beberapa dibalak bangkit dan mengelilinginya untuk menjaga kalau-kalau ia tumbang ke belakang atau jatuh. Skenario menangkap burung semangat itu dimainkan dengan gerakan mengejar burung dan menangkapnya dan membungkusnya dengan kain merahnya. Setelah itu, kemantan mengambil lilin sambil mendekap burung itu ke dadanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *