Scroll ke bawah untuk melihat konten
Perubatan Tradisional

Ritual Pengobatan Bedike

×

Ritual Pengobatan Bedike

Sebarkan artikel ini

Bedike, bedikei, badikei, badikie atau dikei adalah ritual pengobatan yang terdapat pada beberapa komunitas adat di Riau. Ritual ini berkembang pada masyarakat Sakai, Akit, Hutan, dan Hatas.

Penyebutan bedike berasal dari kata zikir atau berzikir. Ritual ini berupaya mencapai kesatuan dengan Tuhan, sebuah teknik yang dilakukan untuk satu tujuan yaitu membuat obat oleh seorang shaman yang disebut kemantan dengan memanggil roh-roh agar memberikan bantuan pengobatan dan mengubah orang yang sakit menjadi sehat. Orang Sakai memakai kata dikei untuk ritual pengobatan di mana seseorang masuk dan keluar alam roh, serta kembali dengan kehendaknya sendiri.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Penyebutan dikei juga menyiratkan perpaduan pertunjukan selap, tarian, dan nyanyian. Dalam menjalankan tugasnya, kemantan dibantu oleh beberapa dibalak (pembantu laki-laki) dan didayak (pembantu perempuan), serta seorang penabuh gendang (bidu, dari istilah Melayu ‘biduanda’, ‘bujang nobat’ dalam kelongkap).

Sementara khalayak dikei, yaitu orang-orang yang hadir dalam dikei pada saat ritual disebut sebagai anak inang untuk laki-laki dan anak asuh untuk perempuan. Sebutan umum bagi mereka yaitu inang-asuh. Istilah dikei ini mengidentifikasi khalayak sebagai bangsawan anak buah yang membutuhkan perlindungan, seperti yang tersirat dalam syair lagu berikut:

Minto tolok, minto bantu
Pelia’olah inang asuh
Dalam tangan kami

(Saya) minta tolong, (saya) minta bantuan
(Tolong) jaga inangasuh
Yang ada di tangan kami

Waktu kemantan menjalankan aktivitas disebut “bilo bedikei” atau “waktu bedikei”. Orang-orang yang menghadiri dikei, mengatakan bahwa mereka datang untuk “nengot dikei” (melihat dikei). Dikei adalah perjalanan batin (melalui selap) kemantan ke alam roh untuk mencari obat. Di alam roh, kemantan mencari roh penjaganya atau roh lain (roh de’o)yang dapat membantunya mengobati pasien. Perjalanan ini terlihat oleh mata biasa dengan selapnya kemantan yang memainkan memainkan skenario berdasarkan lagu roh yang dimainkan. Misalnya, jika ia memanggil roh (roh de’o) Ajo Buayo Gilo (raja Buaya Gila) maka ia akan menari menirukan gerak seekor buaya.

Baca Juga:  Jalur

Ritual dikei ada dua macam, dikei biasa dan kelongkap (biasa disebut kelongkap saja). Dikei biasa, atau ritual pengobatan biasa hanya berlangsung sekitar dua jam, dan biasanya hanya melibatkan satu orang kemantan. Tujuan ritual ini adalah untuk mengobati orang sakit. Sedangkan kelongkap merupakan dikei yang khusus dilakukan sebagai rangkaian pengobatan bagi pasien yang sakit keras atau bagi kepentingan kemantan sendiri. Untuk pasien yang sakit keras, setelah pasien sembuh, kemantan yang telah memenuhi kewajibannya mengatur kelongkap sebagai balas jasa atas bantuan roh yang diberikan. Jika keluarga pasien tidak mengadakan kelongkap, dikhawatirkan ia dapat jatuh sakit kembali. Roh-roh juga akan menghukum kemantan karena gagal untuk menjaga hubungan resiprokal. Jadi, dikei kelongkap adalah ritual pengobatan yang diperlukan terutama kepentingan kemantan, sebagai ucapan terima kasih kepada roh penjaganya danuntuk mempererat hubungan antara keduanya.

Perlengkapan yang harus dipersiapkan untuk ritual ini adalah nampan, bertih (botih), dan pedupaan. Bertih adalah perlengkapan kemantan yang paling penting. Roh-roh melihat bertih seperti kelopak bunga-bunga yang cantik. Jadi, ketika kemantan menebarkan bertih, ia seperti menebarkan bunga-bunga untuk menghormati para roh.

Perlengkapan yang diperlukan untuk melaksanakan dikei lainnya adalah puan dan model persembahan. Model persembahan tidak diharuskan dalam dikei obat biasa, namun harus ada dalam kelongkap, sesuai dengan namanya, kelongkap. Dalam dikei obat biasa, model disiapkan oleh keluarga pasien, sedangkan untuk kelongkap semua warga kampung yang mampu dapat membantu membuat model dengan berbagai bentuk anyaman dan hiasan-hiasan.  Persembahan-persembahan kelongkap berbentuk berbagai jenis kendaraan air atau kapal (lancak, lancang); atau berbagai jenis rumah yang disebut balai, atau ruang pertemuan. Model berbentuk rumah atau balai sering dipakai dalam dikei pengobatan biasa, namun model kapal hanya untuk kelongkap.

Prosesi Pelaksanaan
Prosesi ritual dikei biasanya dibuka setelah jam tujuh malam di rumah kemantan atau di rumah pasien. Tamu laki-laki duduk di bagian depan ruang dikei. Tamu perempuan, duduk berhadapan dengan tamu laki-laki di sisi yang dekat dengan ruang dapur. Mereka semua menghadap kemantan. Seorang dibalak duduk di belakang kemantan untuk melindunginya jika ia menghempas badannya ke belakang. Penabuh gendang (bidu) duduk di tidak jauh dari kemantan. Pasien berada di depan kemantan, terbaring atau duduk. Gendang dipukul dengan cepat, kemantan pun mulai bersiap-siap memasuki ruang selap. Ia mengenakan kain kesum’onya (lihat kemantan). Pisau kayunya diletakkan di nampan bersama-sama perlengkapan lain. Biasanya di dalamnya juga terdapat boneka burung dari anyaman daun kelapa. Boneka burung mewakili semangat pasien.  Model persembahan diletakkan berhadapan dengan kemantan, di tengahnya terdapat air bunga (ai bungo) dan kaleng berisi bertih. Sebuah lilin dengan panjang sekitar 30 sentimeter dinyalakan dan diletakkan di dekatnya. Kemantan kemudian mencelupkan tangannya ke dalam air bunga dan membasahi wajahnya.

Baca Juga:  Perahu Baganduang

Gendang mulai dibunyikan dengan pukulan cepat. Kemantan mengambil sejumput bertih di tangan kanannya kemudian mengusap bertih ke bagian kiri dadanya (muanto asok). Biasanya kemudian kemantan mendadak melonjak ke belakang seperti tersengat. Ia mengulang tindakan ini dengan tangan kirinya ke dada sebelah kanan. Lalu kemantan  perlahan-lahan melakukan gerakan sembah di depan model persembahan, bila ada. Kain merahnya menutup seluruh kepalanya ketika wajahnya menyentuh lantai. Ketika berada di bawah kain inilah kemantan memasuki selap shamanis. Dengan latar suara gendang, kemantan merapalkan mantera (monto). Seorang didayak mendorong tempat pedupaan ke bawah kain agar kemantan dapat menghisap asap manis kemoyan (kemenyan). Setelah sekitar dua-tiga menit, komat-kamit mantera yang tak terpahami berganti menjadi lirik-lirik lagu yang dikenal dalam irama pukulan gendang. Alam roh (alap lain) “masuk” dalam kesadarannya dan semangatnya akan segera “masuk” ke alap lain dan melakukan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mengembalikan semangat pasien.

Salah satu lagu yang dinyanyikan kemantan untuk membuka ritual pengobatan dikei adalah sebagai berikut:  

Dondak Dondak 
Salam Alaikum
Sebolah ki’i 
Salam Alaikum
Sebolah kanan
Memento tabe
Kepado anak ajo 
Di tonga podak
O’ak di gunuk
Memo’i salam
Kepado o’ak di podak
Minto tabe
Kepado o’ak di podak 

Dendang dendang
Assalamualaikum
(Bagi yang di) sebelah kiri
Assalamualaikum
(Bagi yang di) sebelah kanan
(Saya) minta izin
Kepada anak raja
Di tengah padang
Orang di gunung
Memberi salam
Kepada orang di padang
(Saya) minta izin
Kepada orang di padang

Baca Juga:  Dikei

Ketika menyanyi ia menegakkan punggungnya pelan-pelan. Dari bawah kain ia mengangkat tangannya sampai ke wajah, membuat gerakan sembah dan hormat (menyombah). Setelah beberapa saat, ia merendahkan tangannya sedikit, kemudian memutarnya ke atas, membawanya ke depan wajahnya lagi dalam bentuk segitiga, mengulangi gerakan ini tiga kali. Sembah ini ditujukan kepadaroh-roh yang dilihat kemantan dengan mata batinnya. Kemantan kemudian mengambil sejumput bertih di tangannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *