Scroll ke bawah untuk melihat konten
Pemimpin dalam Budaya MelayuUtama

Etika Kepemimpinan Melayu Riau

×

Etika Kepemimpinan Melayu Riau

Sebarkan artikel ini
Penghulu Pangeang 1910. (foto: budayamelayuriau.org)

B. Etika Kepemimpinan
Penentuan seseorang menjadi pemimpin dalam Melayu selalu dikaitkan dengan ketentuan yang diajarkan dalam Islam. Etika kepemimpinan sebagai bagian inti dalam suatu kepemimpinan. Seseorang pemimpin yang melanggar etika, maka penghormatan orang-orang yang dipimpinnya akan berkurang. Pemimpin dianggap sebagai model dalam mempraktikkan etika yang baik. Dalam ungkapan tunjuk ajar Melayu dikatakan:
menjadi pemimpin hidup sempurna
lahir dan batin sama setara 
di dunia elok di akhirat mulia 
di situlah tegak tuah dan marwah

Tersebab pertimbangan etika, maka dalam memilih pemimpin harus didasari pada keahlian seseorang yang sesuai dengan bidang yang dipimpinnya. Misalnya, pemilihan pemimpin dalam mendoa tentulah diamanahkan kepada alim, ustaz, guru agama, dan lain sebagainya. Tidak akan mungkin upacara mendoa berjalan dengan baik jika dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Konsep dasar etika pemimpin dalam budaya Melayu secara umum dapat dibedakan menjadi empat persoalan. Kaitan mendasar pemimpin Melayu berkenaan dengan soalan martabat atau tingkat harkat kemanusiaan. Keempat konsep tersebut yakni, sadar akan martabat diri, mengetahui martabat memimpin, menjaga martabat orang lain, dan mempertahankan martabat wilayah.

1. Martabat Diri
Martabat diri dalam kebudayaan Melayu berkenaan dengan kepatuhan seseorang pada hukum-hukum yang berlaku. Hukum yang berlaku dalam kebudayaan Melayu Riau dapat di kelompokkan menjadi tiga, yakni ketaatan dalam hukum Allah (Islam), ketaatan pada adat dan kebudayaan, serta ketaatan pada hukum manusia (undang-undang kerajaan atau Negara).  Ketaatan menjadi dasar kepribadian. Bila seorang pemimpin tiada ketaatan, maka ia dikatakan tiada beretika. Pemimpin demikian tidak boleh diikut dan dicontoh. Tunjuk Ajar Melayu memberitahukan bahwa ketaatan dan ketakwaan adalah bentuk tahu akan diri:

Baca Juga:  Adat dan Tingkatan Adat

menjadi pemimpin teguh beriman
memohon petinjuk kepada Tuhan 
menjadi pemimpin taat dan takwa
tahu dirinya seorang hamba

Martabat diri bagi orang Melayu bukan hanya menyangkut diri sendiri, tetapi juga menyangkut keluarga dan kerabat. Bila perbuatan yang tidak sesuai dengan adab kebudayaan Melayu dilakukan seorang anak akan menyebabkan rusaknya martabat orang tua. Bila seorang pemimpin memiliki anak atau istri yang melakukan perbuatan tidak beretika maka pemimpin tersebut dengan sendirinya dianggap tidak dapat menjaga martabat dirinya.

Kehilangan martabat diri dinilai sebagai kehinaan atau mendapat malu dalam hidup seorang manusia. Biasanya, pemimpin yang sadar bahwa martabat dirinya telah hilang, ia akan meminta untuk diganti. Untuk itu, orang Melayu diharuskan mampu menghindari malu dengan cara menjaga martabat dirinya.

2. Mengetahui Martabat Memimpin
Pengetahuan dalam hal sebagai pemimpin tidaklah dapat diperoleh sebelum mampu menjaga martabat diri. Bila seseorang menjadi pemimpin, kata-katanya akan dipegang dan tingkah lakunya teladan orang. Maka pengetahuan tentang seorang pemimpin akan diperoleh apabila ia telah mampu menjaga martabat dirinya sendiri.

Pengetahuan tentang martabat pemimpin, berkenaan dengan knowledge seseorang dalam memahami hakikat kepemimpinan. Bila menjadi pemimpin, seseorang harus mampu menjadi penyalur aspirasi orang-orang yang dipimpinnya, menjadi pancang kemaslahatan, dan mampu meruntuhkan kebatilan. Oleh sebab itu, martabat pemimpin sering dikaitkan dengan kemampuannya dalam memimpin. Bila seorang pemimpin tidak mampu melaksanakan dan menyelesaikan berbagai soalan kehidupan bermasyarakat secara arif dan bijak, maka pada kondisi itu ia dikatakan tiada bermartabat menjadi seorang pemimpin.

Baca Juga:  Pakaian Batin Pemimpin

3. Menjaga Martabat Orang Lain
Pemimpin adalah orang yang mampu menjaga martabat orang lain. Sebut saja dalam kasus kejahatan yang dilakukan seseorang misalnya, penyelesaian yang dilakukan pemimpin harus mampu menjaga nama baik orang yang melakukan kesalahan tersebut. Tidak merendahkan dan menghukum melebihi kesalahan yang dilakukannya. Pemimpin yang bijak mesti mendahulukan nasihat dari pada menyalahkan. Tunjuk Ajar Melayu memberitahukan bahwa pemimpin sebagai orang yang mampu melindungi orang-orang yang dipimpinnya:
menjadi pemimpin hendaklah penyantun
yang muda dibimbing, yang tua dituntun

Kepada pemimpin diharapkan mampu membimbing, melindungi, menjaga, dan menuntun masyarakat. Bimbingan tidak hanya untuk kepentingan hidup duniawi, tetapi juga mencakup kepentingan untuk ukhrawi. Pemimpin demikian tentunya akan melahirkan kesejahteraan lahiriah serta batiniah bagi orang-orang yang dipimpin dan bangsa-bangsa lain yang ada dalam negeri yang ia pimpin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *