Scroll ke bawah untuk melihat konten
Adat & AdabLingkup Materi

Komunitas Sakai: Sejarah dan Sistem Perbatinan

×

Komunitas Sakai: Sejarah dan Sistem Perbatinan

Sebarkan artikel ini

Batin Sakai menjadi pemimpin formal yang mengatur dan mengemudikan masyarakat dengan asas adat. Batin menjadi pusat kehidupan dan mitos suku, sekaligus merangkap sebagai bomo. Pada sisi lain, bomo merupakan tokoh yang khas dalam kehidupan masyarakat, yang memainkan peranan penting dalam hubungan dengan makhluk gaib. Pada bomo bertumpu alam pikiran animisme sehingga memainkan peranan yang besar dalam berbagai tradisi yang bersangkutan dengan alam atau makhluk halus.

Komunitas Sakai diislamkan oleh tokoh tarekat Naksyahbandiyah Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan, dengan khalifahnya yang bernama Ibrahim dan berlanjut hingga saat ini. Tokoh yang menjadi khalifah tetap bertumpu kepada ketokohan tradisional Sakai, yaitu batin. Sehingga, saat ini dikenal dua batin, yaitu batin yang juga kholifah dan batin biasa yang hanya tokoh adat saja. Batin yang juga menjadi kholifah memiliki pengaruh lebih besar jika dibandingkan batin biasa.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Kepala Desa kebanyakan adalah batin itu sendiri. Jika Kepala Desa berasal di luar dari batin, maka pengaruhnya terbatas pada administratif dengan pihak luar yang bersifat formal administratif. Sehingga, saat ini dikenal paling 4 tokoh masyarakat Sakai, yaitu kholifah, batin, bomo atau dukun dan kepala desa.

Kholifah mengambil dimensi pimpinan meliputi kepentingan dunia dan akhirat, menempati wibawa dan pengaruh jauh lebih tinggi daripada tokoh masyarakat lainnya. Kholifah dengan mudah merangkap sebagai batin, kepala desa dan juga mampu memainkan peranan sebagai dukun. Batin telah menumpukan fungsinya sebagai pengemudi hidup dalam hubungan sosial antar warga suku dengan memakai sistem nilai adat. Kepala desa mengambil bagian dalam urusan administratif desa, yang berhubungan dengan seluk-beluk program pemerintah serta urusan keluar pesukuan. Sementara dukun atau bomo mengambil bagian dalam tradisi, pembaca tanda-tanda alam atau penghubung dengan makhluk halus. Mengambil bagian yang khas dalam pengobatan dan berbagai upacara tradisional.

Baca Juga:  Talang Mamak dan Sistem Perbatinan

Suku Sakai terbagi di dalam Perbatian Lima dan Perbatian Salapan (delapan). Kisah Perbatian Lima bermula dari Kerajaan Gasib, perpindahan mereka disebabkan karena Gasib diserang oleh Aceh. Sedangkan Sakai Perbatian Delapan diriwayatkan berasal dari Semenanjung Malaka. Kedatangan mereka dalam jumlah sekitar 100 orang lelaki dan perempuan mendarat di Kunto Darussalam, Kampar dan membuat kampung Bonai. Sebagian dari mereka pindah lagi ke Mandau. Di Mandau mereka mendiami aliran Sungai Sakai, yang kemudian menjadi istilah penyebutan Suku Sakai.

Pada saat Kerajaan Siak berdiri pada 1723, komunitas ini menjadi bagian dari rakyat dan kerajaan Siak. Walaupun berada dalam kekuasaan Kerajaan Siak, persoalan tanah ulayat dan adat istiadat tidak dicampuri oleh Sultan Siak.

Sedangkan pebatinan salapan, mengalihkan kesetiaan kepada “ajo Siak” karena raja Rokan menuntut begitu banyak anak gadis untuk dikirim ke istana. Meski bergabung dengan Sultan Siak, sultan tidak dapat membujuk kelompok batin selapan untuk keluar dari hutan-hutan. Para batin dari pebatinan-pebatinan ini berunding dengan pejabat kerajaan agar mereka dibiarkan tak terusik di dalam hutan. Namun demikian, dengan mengalihkan kesetiaan, pebatinan-pebatinan ini juga membawa serta wilayah mereka ke dalam kerajaan Siak dan memecahnya dari Rokan. Pada tahun 1907, pemerintah kolonial Belanda menandatangani sebuah perjanjian yang mengakui wilayah ini sebagai milik Siak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *