Scroll ke bawah untuk melihat konten
Uncategorized

Syair Ikan Terubuk

×

Syair Ikan Terubuk

Sebarkan artikel ini

SYAIR ikan terubuk merupakan syair yang menggambarkan masyarakat Siak dan ketegangan-ketegangan yang terjadi karena perebutan kekuasaan antar saudara. Tokoh utama syair ini adalah seekor ikan terubuk, yang melambangkan Raja Siak buangan yang harus pergi ke Selat Melaka untuk mendapatkan dukungan dari kalangan yang berbeda untuk kembali dan menawan hati seekor ikan puyu-puyu yang tinggal di hulu Sungai Siak.

Pengikut terubuk sangat patuh pada keinginan-keinginannya dan bekerja bersama untuk menyerang Siak. Namun, pengikut puyu-puyu, tidak tertarik menghadapi pertempuran yang akan terjadi. Mereka membahas kehormatan mempertahankan diri dan kesulitan menghadapi musuh seperti itu. Akhirnya, mereka putuskan hanya ada satu jalan keluar untuk menghadapi peperangan yaitu dengan berdoa meminta bantuan Allah serta nenek moyang dan roh-roh lain. Ketika perang hampir meletus, terubuk kecewa mengetahui bahwa semua ikan di hulu menghilang, dan puyu-puyu melarikan diri dengan memanjat pohon pulai. Terubuk harus memerintah negeri tanpa dukungan mereka. Akhirnya, ia hanya bisa menghibur diri dengan menikahi ikan paus.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Syair ikan terubuk mencakup periode waktu yang singkat, namun memperlihatkan episode-episode dalam sebuah gaya akrab dengan istana-istana Melayu—transposisi peristiwa-peristiwa dari alam manusia ke alam binatang, dengan menghadapkan khalayaknya pada teka-teki. Kepandaian pembuat syairnya diperlihatkan tidak hanya dari rima-rimanya yang cerdas semata-mata, tetapi juga dalam ketangkasannya menyampaikan pesan-pesan mengenai episode-episode terkenal dan penting yangditampilkandalam gaya yang ringan. Khalayak sebaliknya memamerkan kepekaan kemampuan mereka menafsirkan syair dalam berbagai tingkatan.

Baca Juga:  Anyaman

Syair ikan terubuk menguak banyak hal mengenai masyarakat Siak. Dari referensi mengenai terubuk dan kelompok pendukungnya yang beragam sampai kebutuhan untuk mendapatkan dukungan penduduk ulu, syair ini memberikan kilasan tema-tema penting dalam sejarah Siak kepada khalayaknya. Ikan terubuk adalah komponen penting dalam ekonomi Sumatera timur. Ia adalah raja para ikan, yang selama musim panen dapat menarik berbagai kelompok nelayan. Meskipun dukungan ini memungkinkan terubuk berhasil menyerang Siak, ia masih saja menghadapi kesulitan-kesulitan.

Puyu-puyu telah menghilang ke ulu dengan menggunakan sebatang pohon pulai. Pulai adalah salah satu spesies sialang yang menjadi rumah (lebah) madu yang menjadi komponen berharga dalam ekonomi Sumatera timur. Ketidakmampuan terubuk untuk mendapatkan dukungan ikan-ikan di ulu, dan pulai yang tak terjangkau, memaksa terubuk berpaling kepada ikan paus dan menggunakan kekuatan (konflik, khasimat) untuk mendapatkan kekuasaan atas Siak. Meskipun secara langsung merujuk pada aspek-aspek penting masyarakat dan ekonomi Sumatera timur, Syair ikan terubuk juga bertindak sebagai alegori dari peristiwa-peristiwa khusus. Pada 1761 Raja Alam, si terubuk, menyerang Siak setelah bersekutu dengan VOC, si ikan paus. Kemampuan merajut tema-tema ini bersama-sama dengan gaya asli tidak hanya merupakan sebuah prestasi bagi penulis syairnya melainkan juga menunjukkan kekocakan yang diharapkan oleh khalayak pendengar teks ini.

Penafsiran teks-teks seperti Syair ikan terubuk seringkali dilihat sebagai wilayah khusus bagi para filolog, namun teks-teks ini juga mengandung pesan-pesan penting bagi para sejarawan. Memang, penyerbuan 1761 membuka peluang-peluang unik bagi kajian mengenai masa lalu Siak. Karena barangkali itulah satu-satunya masa dalam sejarah Siak yang memiliki catatan-catatan peristiwa cukup banyak dan rinci baik berupa narasi-narasi tradisional Melayu maupun arsip-arsip Belanda. Selain narasi-narasi yang diberikan dalam catatan-catatan, keberadaannya membuka pemahaman mengenai masyarakat yang beragam, ketika berbagai pemimpin mencoba mengembangkan bentuk-bentuk pemerintahan yang sesuai setelah meninggalnya seorang pemimpin yang kharismatik. Situasi ini menjadi lebih kompleks dengan kehadiran dua calon pengganti tahta Siak. Meskipun persekutuan-persekutuan perkawinan tetap menjadi sarana penting untuk memperkuat klaim terhadap pemerintahan, Raja Alam memilih menggunakan kekuatan sebagai hal utama untuk membentuk negara Siak baru. Bagi Raja Alam, juga bagi terubuk, ‘konflik’ atau khasimat menjadi sarana yang dapat dipakai untuk mengatasi sifat wilayah yang terpencar-pencar ini.

Baca Juga:  Genggong

Rujukan:
Timothy P. Barnard, 2006. Pusat Kekuasaan Ganda: Masyarakat dan alam Siak & Sumatra Timur, 1674-1827. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau
Elmustian Rahman, dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *