Scroll ke bawah untuk melihat konten
Adat & Adab

Menaiki Rumah

×

Menaiki Rumah

Sebarkan artikel ini
Rumah Limas. (foto: budayamelayuriau.org)

Setelah peralatan limau purut dan air putih siap, Pawang bersama pemi­lik bangunan begitu selesai sembahyang subuh, langsung pergi kerumah yang baru siap itu. Sampai di pintu rumah, Pawang membacakan doa, kemudian menyerahkan cerek air yang berisi irisan’limau purut kepada pemilik rumah. Orang ini mulai merenjiskan air itu mulai dari pintu muka memutar kekanan dibagian dalam sampai seluruh ruangan. Kemudian merenjiskannya ketanah menge-lilingi rumah. Ampasnya ditanam di depan pintu (depan tangga) atau di halaman muka dan halaman belakang. Setelah selesai, barulah barang-barang pindahan diangkut. Yang paling diutamakan adalah peralatan tempat tidur (tikar bantal) dan peralatan dapur (periuk belanga), beras agak sepetanak dan air secerek, beserta asam garam. Barang-barang lainnya boleh diangkut beberapa waktu kemudiannya.

Biasa pula dilakukan, setelah barang-barang pindahan siap diangkut, ba­rulah dirundingkan kapan untuk mengadakan kenduri doa selamat. Apabila sudah ditetapkan waktunya, kenduri itupun dilakukan. Jadi waktunya tidaklah harus serentak dengan kepindahan pemilik kerumah itu. Yang ha­rus di lakukan sebelum pindah adalah merenjiskan air limau purut itu.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Upacara-upacara pada bangunan tempat ibadah, tempat musyawarah dan lainnya sama saja dengan upacara untuk bangunan rumah tempat tinggal. Yang berbeda hanya tentang penanggung jawab biaya upacara. Bagi rumah tempat tinggal, biaya ditanggung pemilik dengan bantuan keluarga-nya, sedangkan rumah ibadah dan musyawarah, menjadi tanggungan masyarakat seluruhnya.

Baca Juga:  Ritual Pengobatan Bedike

Setelah seluruh peserta hadir (yang biasanya datang bersama dengan Pawang), mulailah dilakukan upacara membacakan mentera yang disebut motto pembukaan, yang bunyinya:

Tepung tawar tepung sejati
Tepuk anak siraja pati
Sial dibuang untung dicari
Motion kepada Ilqhi Rabbi.

Kemudian dilanjutkan dengan membacakan mantera lainnya oleh pa­wang yang ditujukan kepada makhluk halus yang diperkirakan ada disekitarnya.

Dang empuk Dang melini
Selamat selabe meampai galah
Memberi tepuk kemurahan hati
Mohon selamat kepada Allah

Selesai membaca matera, mulailah dilakukan tepung tawar yang dila­kukan menurut urutan tertentu. Kemudian diambil air putih yang sudah disediakan dalam tempat khusus (seperti labu air, kelalang, cerek dan upih). Air putih disiramkan kesekeliling tanah mulai dari tanah tengah, kearah utara, lalu memutar ke kanan. Air putih itu harus cukup dan tidak boleh terputus-putus menyiramkannya. Bila air itu tidak cukup, maka dianggap kurang baik.

Selanjutnya dibacakan doa selamat, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama di tempat yang punya hajat, atau di tempat yang telah ditentu­kan.

Rujukan:
Wahyuningsih dan Rivai Abu. 1987. Arsitektur Tradisional Daerah Riau. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *