Scroll ke bawah untuk melihat konten
Adat & AdabUtama

Adat dan Tingkatan Adat

×

Adat dan Tingkatan Adat

Sebarkan artikel ini
Mengaji. Anak-anak mengaji di rumah mereka yang berada di kaki Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). (foto: budayamelayuriau.org)

Secara umum, adat berarti kebiasaan dalam arti luas, aturan-aturan di dalam masyarakat yang menentukan kepatutan dan ketidakpatutan, pemberlakuan aturan-aturan alamiah, aturan-aturan yang mengatur permainan, aturan dalam perang, denda yang ditetapkan oleh kebiasaan, hukum secara umum, dan hukum kesultanan aristokratik.

Adat adalah kebiasaan yang memiliki aturan, sebuah kesepakatan bersama suatu komunitas untuk mengatur aktivitas anggotanya dalam hubungan dengan pencipta, sesama manusia, dan lingkungan, yang harus dipatuhi, ada sanksi dan diwariskan turun temurun, karenanya menjadi identitas komunitas tersebut.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Kedatangan Islam ke alam Melayu membawa konsep ini dalam makna yang lebih luas dan mendalam yang mencakup keseluruhan cara hidup, yang sekarang ditakrif sebagai “kebudayaan”, yakni yang berhubungan dengan undang-undang; sistem masyarakat, upacara, dan segala bentuk kebiasaan masyarakat.

Adat sebagai kelakuan dan kebiasaan yang dianggap benar, misalnya menghormati orang yang lebih tua. Adat sebagai prinsip asal-usul alam, misalnya adat api membakar, adat air membasah, dan hidup di kandung adat, mati di kandung tanah. Adat sebagai hukum dan undang-undang dalam negara dan masyarakat umum, misalnya hukuman yang dikenakan terhadap kesalahan dalam masyarakat, atau undang-undang adat dalam masyarakat adat, serta berbagai hukum kanon lama dari zaman Melaka hingga sekarang.

Tingkatan Adat
Tingkatan adat dalam konsep Melayu terbagi dalam tiga jenis, yaitu Adat yang Sebenar Adat, Adat yang Diadatkan, dan Adat yang Teradatkan.

Adat yang Sebenar Adat
Adat yang sebenar adat adalah norma atau hukum yang datang dari Allah yang berlaku terhadap segenap jagat raya. Sebagian daripada hukum Allah itu telah wujud sebagai syarak (ajaran Islam). Sebagian lagi menjadi hukum alam itu sendiri.

Baca Juga:  Etika Kepemimpinan Melayu Riau

Keberadaan adat yang sebenar adat tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia. Dengan kata lain tidak akan dapat diganggu gugat, sehingga dikatakan juga tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinjak. Hukum-hukum Allah dan RasuI-Nya sebagai adat yang sebenar adat dalam wujud syarak, jika dirusak oleh manusia, niscaya akan memberi akibat yang fatal, berupa kehancuran kehidupan manusia itu sendiri. Itulah sebabnya pelaku bid’ah atau perusak hukum Allah dan Rasul-Nya diancam dengan azab yang pedih. Sementara hukum Allah pada jagat raya ini telah memperlihatkan dirinya sebagai sifat-sifat alam semula jadi. Ini disebut juga sunatullah, misalnya adat buluh bermiang, adat tajam melukai, adat air membasahi, adat api hangus, dan seterusnya. Bagi manusia berlakulah hukum alam, adat muda menanggung rindu, adat tua menanggung ragam.

Di dalam ungkapan, adat yang sebenar adat disebutkan:
adat berwaris kepada Nabi
adat berkhalifah kepada Adam
adat berinduk ke ulama
adat bersurat dalam kertas
adat tersirat dalam sunah
adat dikungkung kitabullah
itulah adat yang tahan banding
itulah adat yang tahan asak
adat terconteng di lawang
adat tak lekang oleh panas
adat tak lapuk oleh hujan
adat dianjak layu diumbut mati
adat ditanam tumbuh dikubur hidup
kalau tinggi dipanjatnya
bila rendah dijalarnya
riaknya sampai ke tebing
umbutnya sampai ke pangkal
resamnya sampai ke laut luas

Adat yang Diadatkan
Adat yang diadatkan adalah hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Adat yang diadatkan bisa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Adat ini bisa ditambah dan dikurangi agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya, dan mempunyai perbedaan antar wilayah budaya. 

Baca Juga:  Orang Patut dan Orang Siak dalam Tradisi Melayu

Meskipun adat yang diadatkan merupakan seperangkat norma dan sanksi hasil gagasan leluhur yang bijaksana, tetapi sebagai karya manusia, adat ini tetap dapat rusak (berubah) oleh ruang dan waktu serta oleh selera manusia dalam zamannya. Itulah sebabnya walaupun adat yang diadatkan dipelihara dan dilestarikan, tetapi terbuka peluang untuk disisipi, ditambah dan dikurangi, agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya.

Contoh adat yang diadatkan misalnya yang disusun oleh Datuk Demang Lebar Daun dan Raja Sang Sapurba. Mereka merancang asas kehidupan kerajaan atau negara yang berbunyi, “Raja tidak menghina rakyat dan rakyat tidak durhaka kepada raja”. Inilah adat Melayu yang memberi dasar yang kokoh terhadap nilai demokrasi di Riau. Sebab, telah memberikan kedudukan yang seimbang antara pihak pemerintah (Raja) dengan pihak yang diperintah (rakyat).

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *