Orang Patut adalah orang yang dapat dijadikan panutan dan suri tauladan, tempat bertanya, pelindung, penunjuk jalan, serta mampu menyelesaikan yang kusut dan menjernihkan yang keruh, baik dalam agama, adat, ataupun pemerintahan.
Orang patut mempunyai kearifan bertindak dalam menyelesaikan masalah, dan ketajaman berfikir dalam menemukan gagasan dan ide. Petuah nasihatnya selalu didengar dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh anggota masyarakat.
Seseorang dipandang patut karena mempunyai pengetahuan berpikir, ide, dan kemampuan berbuat dalam bidang yang dikuasainya, sehingga mempunyai suatu makna dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan satu atau beberapa kemampuan yang amat memadai, ia menjadi orang yang dipandang patut atau layak oleh masyarakat untuk diserahi sesuatu persoalan. Orang patut dalam adat misalnya, berperan sebagai perancang, penggagas, ataupun melanjutkan dan menjaga sistem adat istiadat agar tetap menjadi pedoman bagi masyarakat.
Orang patut mempunyai kedudukan tersendiri yang berada di luar struktur kepemimpinan resmi. Namun, seseorang yang dianggap sebagai orang patut bisa berasal dari struktur tersebut, ataupun di luar dari itu. Orang patut bisa berasal dari berbagai bidang seperti berikut ini:
Raja yang berkuasa dan kaum bangsawan, seperti sultan, tengku, pembesar kerajaan. Dipatutkan karena fungsinya sebagai pemimpin dan berkuasa. Saat ini tidak ada lagu, namun masih memiliki kewibawaan karena sejarah masa lalu mereka, dan berperan dalam melestarikan atau menjalankan adat-istiadat.
Pemimpin adat dan ninik mamak, seperti patih, batin, orang gedang, khalifah, monti/menti, tengganai, hulubalang, dubalang. Dipatutkan karena fungsinya sebagai pemimpin di dalam persukuan; memimpin anak kemenakan.
Pemimpin ritual upacara dan pelaku-pelaku budaya, seperti guru silat, dukun, bomo, kumantan, dan bidan kampung. Dipatutkan karena memiliki pengetahuan adat, budaya, sejarah perkampungan, obat-obatan tradisional, spiritualis, dan pemimpin seni budaya tradisional.
Kaum agamawan; alim ulama, seperti imam masjid, guru ngaji, guru tarekat, khalifah, mufti, kadi. Dipatutkan karena pengetahuan dalam bidang agama.
Kaum cerdik pandai, seperti pemuka masyarakat, guru sekolah, dan orang-orang berilmu lainnya. Dipatutkan karena kewibawaan dan ilmu pengetahuan yang mereka dikuasai.
Orang patut yang didambakan ialah orang yang mempunyai kemampuan berpikir yang hebat, namun juga mampu mewujudkan buah pikirannya dalam tindakan yang nyata. Kemampuan membuat gagasan diharapkan bisa menjernihkan yang keruh dan menyelesaikan yang kusut.
Ketajaman pengamatannya diuangkapkan dalam pepatah, terkilas ikan dalam air tahulah ia jantan betina. Tahu membedakan ruas dengan buku. Mengenal batas dengan hingga. Mampu menunjukkan mana yang tempat dan mana yang kedudukan. Ke atas bagaikan pucuk enau yang ditujukan hanya kepada Yang Maha Esa. Ke samping memperbaiki martabat manusia, sedangkan ke bawah melindungi dan membina segala yang muda yang baru tumbuh.
Kehadiran yang demikian menyebabkan masyarakat merasa mempunyai keterikatan moril terhadap orang patut. Ia bisa membedakan mana kilat beliung dan mana pula yang kilat cermin. Menjadi pergi tempat bertanya, pulang tempat berberita, dan juga sebagai pucuk jala pumpunan ikan.
Di dalam tunjuk ajar Melayu, orang patut dijelaskan sebagai berikut:
kalau hendak tahu orang yang patut
tanggung jawabnya sampai ke ujung rambut
memikul beban tiada takut
terhadap amanah ia menurut
melunasi hutang ia bergulut
Rujukan:
Taufik Ikram Jamil, Derichard H. Putra, dan Syaiful Anuar. 2020. Pendidikan Budaya Melayu Riau (BMR) K13 Kelas XI. Pekanbaru: Penerbit Narawita
Tenas Effendy. 2004. Tunjuk Ajar Melayu, Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa