Scroll ke bawah untuk melihat konten
Lingkup MateriTeknologi Tradisional

Teknologi Perkapalan Orang Melayu

×

Teknologi Perkapalan Orang Melayu

Sebarkan artikel ini

Orang-orang Cina pada abad ke-3 SM mencatat bahwa pelaut-pelaut Melayu mendekati pantai mereka dari Kepulauan Kunlun (Nusantara).  Orang-orang pulau ini dikenal sebagai pembuat sekaligus pelaut bagi kapal-kapal besar untuk berdagang dalam jarak jauh.  Orang-orang Cina banyak belajar dari pelaut-pelaut ini.  Orang-orang Melayu menciptakan kapal dengan layarnya sendiri beratus tahun sebelum masehi.  

Pada zaman dinasti Han (206 SM -221 M) barulah orang-orang Cina menggunakan kapal layar ini. Orang-orang Melayu tercatat sebagai yang pertama di dunia menggunakan layar di kapal (balance-lug sail).  Bentuknya berupa layar segi empat yang bisa diputar sesuai arah angin dan digulung bila tidak dipakai.  Bentuk segi empat jika dibuat miring dan dilihat menyamping kadangkala terlihat seperti segitiga.  Hal ini pula yang menginspirasi pelaut dari Polinesia di timur dan Arab di barat menggunakan layar segitiga.  Baru pada pada abad 1 M orang-orang Polinesia dan Arab menggunakan layar pada kapal mereka.  Selain itu, orang-orang Melayu Nusantara adalah yang pertama menggunakan katrol bulat, dimana pelaut Arab dan Cina waktu itu masih menggunakan katrol berbentuk segitiga.  

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melihat konten

Kehebatan bangsa Melayu juga terlihat dalam pembuatan jong dan kapal.  Jong adalah kapal besar Melayu yang dibuat sejak abad pertama sampai abad ke 15. Relief di Candi Borobudur menunjukkan Jong yang mempunyai lunas, dua linggi tinggi, dinding terjahit berlapis, dua kemudi birai, dua tiang layar, layar segiempat, layar linggi depan, dan pengapung (cadik) ganda.  Panjang jong ini antara 50 sampai 80 m dan merupakan kapal terbesar yang mengarungi laut Nusantara.  Catatan Cina abad ke 8 menunjukkan Jong dari Nusantara bisa memuat lebih dari 1.000 orang dan muatan 200 sampai 1.000 ton.  

Baca Juga:  Beliung

Jong ini diperkirakan berasal dari abad ke-7 atau 8 Masehi, seperti yang digunakan oleh dinasti Sailendra dan Kemaharajaan bahari Sriwijaya yang menguasai perairan Nusantara pada kurun abad ke-7 hingga ke-13.  Kapal-kapal besar inisebesar ini hanya bisa dimiliki oleh penguasa lautan yang besar waktu itu,  seperti dua kerajaan Melayu Sriwijaya dan Malaka untuk berperang.  Dengan takluknya Malaka oleh Portugis tahun 1511, maka jong juga akhirnya lenyap.

Keahlian para pelaut Melayu dalam ilmu maritim sering digunakan oleh pengembara dari Cina, India, Arab dan Eropa.  Ketika Christopher Columbus, pelaut Spanyol kelahiran Itali, sampai ke benua Amerika ia sangat bergembira karena menyangka telah sampai ke India, pada hal masih jauh. 

Ferdinand Magellan yang berikutnya mencoba untuk mengelilingi dunia, akhirnya menggunakan jasa pelaut Melayu yang lebih ahli dalam pelayaran terutama di laut timur, sehingga Magellan bisa menyelesaikan misinya keliling dunia. Panglima Awang (Henry The Black atau Enrique) adalah seorang keturunan Melayu yang turut serta dalam misi pelayaran Ferdinand Magellan keliling dunia tahun 1519-1521.  Panglima Awang bertugas sebagai juru bahasa dan asisten di kapal Magellan. Panglima Awang sangat menguasai ilmu pelayaran dan suasana perairan, terlebih lagi di laut sekitar Nusantara sehingga digunakan oleh Magellan untuk membantunya dalam misi keliling dunia.

Kapal Borobudur berperan di bidang pelayaran selama beratus tahun sebelum abad ke-13.  Memasuki abad ke-8, kapal-kapal Jawa yang berukuran lebih besar dengan 3 atau 4 layar mengambil alih peran Kapal Borobudur.  Seluruh badan kapal dibuat tanpa menggunakan paku. Muatannya rata-rata 600 ton, melebihi kapal perang Portugis.  Jong terbesar dari Kerajaan Demak muatannya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Jawa untuk menyerang armada Portugis di Melaka pada 1513.  

Baca Juga:  Keruntung

Setelah dijajah oleh Belanda, orang Jawa tidak mempunyai galangan kapal lagi untuk membuat kapal, dan jumlahnya terus merosot.  Apalagi Belanda melakukan pengawasan ketat di lautan. 

Horts H. Liebner, seorang pakar perkapalan Jerman mengatakan bahwa lima ratus tahun sebelum penakluk samudera dari Portugis memulai perjalanannya untuk mencari daerah baru, kapal-kapal dari Nusantara telah berkeliling lautan di Asia dengan teknologi canggih. Rekonstruksi dari kapal karam di laut Jawa menemukan bahwa kapal tersebut memiliki teknologi yang jauh lebih baik dibandingkan yang dimiliki oleh Eropa, Cina ataupun Jepang.  Kapal yang tenggelam antara tahun 930-990 M tersebut, lebih besar dan dibuat lebih baik dengan panjang 25-35 m dan lebar 12 m.  Pada waktu tersebut Cina masih belum memiliki kapal yang berlayar di samudera, sementara kapal-kapal Eropa jauh lebih kecil.  Sebagai perbandingan, kapal Columbus yang dipakai untuk berlayar ke Amerika pada abad ke 15 M panjangnya kurang dari 20 m saja! Tidak mengherankan bahwa kerajaan-kerajaan Melayu dulu unggul dalam peperangan laut.  Sriwijaya, Majapahit, dan Melaka menguasai Selat Malaka yang sangat strategis dan sibuk. 

Pada abad ke-17 di Asia hanya Jepang dan beberapa kerajaan Asia Tenggara, termasuk Kesultanan Johor yang ahli dalam membuat geliung.  Geliung atau galiung (galleon) adalah kapal layar besar yang memiliki dek bertingkat-tingkat, umumnya dipakai oleh bangsa Eropa abad ke 16 sampai 18. Galiung dipakai untuk pelayaran jarak jauh samudera.  Bangsa India dan Cina ketika itu meskipun memiliki kapal-kapal besar, tidak bisa menghadapi kapal dagang Eropa karena bentuk kapal mereka yang masih tradisional.  Sebaliknya tukang kapal Melayu berhasil mengadopsi teknik kapal asing sehingga kapal/geliung Melayu mampu terus bersaing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *